Drama di hari Sepeda Dunia 2021: dari stigma arogan hingga masalah aturan

Patut disayangkan perayaan hari sepeda dunia tahun ini dibumbui drama.

Jika lo berselancar di media sosial beberapa waktu belakangan, komentar negatif soal pelaku olah raga yang satu ini tidak akan sulit ditemukan.

Pemicunya cukup sederhana; pesepeda “makan” porsi jalan. Padahal jalur sepeda udah dibuat sebagai fasilitas umum kota Jakarta.

Berkat kekuatan netizen yang satu suara, persepsi publik terhadap pesepeda pun jadi berubah. Jika dulu pesepeda dikenal pengguna jalan yang ramah lingkungan, kini mereka dilekatkan dengan kesan arogan.

Adil? Tentu tidak. Beragam aksi nyeleneh yang terlanjur bersirkulasi di jagat maya, tidak seharusnya mewakili komunitas sepeda secara seluruhnya.

Banyak kok pesepeda yang taat aturan dan nggak bikin ulah di jalan. Tapi beberapa diantara mereka harus menerima perlakuan tak menyenangkan karena adanya pengguna jalan raya lain yang sudah keburu geram melihat pengguna sepeda.

Baca juga: Sanksi Tilang Pesepeda Akan Diberlakukan di Jakarta

Hari sepeda dunia 2021: saatnya Indonesia berkaca ke negeri tetangga?

Jika Jakarta serius menjadikan ibu kota lebih ramah sepeda, mungkin ada baiknya jika kita berkaca ke negara tetangga. Belanda misalnya.

Negara tersebut punya reputasi positif untuk perkara gowes. Gimana nggak? Dengan populasi penduduk 17 juta, jumlah sepeda negara tersebut mencapai 20 juta. Itu artinya, setiap warga negara setidaknya punya satu unit sepeda atau lebih!

Antusiasme masyarakat juga didukung pemerintah dengan berbagai aspek pendukung; bukan cuma punya jalur khusus yang aman dan nyaman, ada pula rambu-rambu dan fasilitas yang lengkap.

Lightrail.nl

Sementara itu, sensus penduduk di tahun 2020 menyebutkan bahwa penduduk Jakarta mencapai 10,56 juta. Yang jadi perkara adalah jumlah peminat sepeda yang melonjak tajam dalama rentang waktu setahun terakhir.

Data dari Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) Indonesia menyebutkan, jumlah pesepeda naik 10 kali lipat alias 1000% selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahun 2020 lalu diberlakukan. Jika awalnya pesepeda di Dukuh Atas hanya 21 orang, jumlahnya melonjak menjadi 235 orang.

Peraturan sepeda di ibu kota juga masih baru, diperkenalkan pertama kali lewat Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 tahun 2020.

Jika diteliti, pertaturannya tak jauh berbeda dengan versi Denmark atau Belanda. Namun membandingkan Indonesia dengan dua negara tersebut tentu tidak apple to apple mengingat perkara lalu lintas kita begitu ruwet.

Dengan usia peraturan yang masih muda, ditambah lonjakan minat sepeda yang cukup tak terduga, jadilah kombinasi problematis yang menambah panjang perkara di jalan raya.

Cyclist GIFs - Get the best GIF on GIPHY

Baca juga: Pesepeda di Jakarta Boleh Pakai Jalur Kanan Pada Jam Khusus

Fokus bersama

Untuk menuntaskan masalah ini, tentu ada beberapa hal yang harusnya jadi fokus kita bersama. Setidaknya

  • Soal jalur sepeda

Pemerintah Jakarta sudah mengambil langkah baik dengan menciptakan jalur sepeda. Namun Hal ini bukan berarti pesepeda bisa jadi bebas gangguan.

Banyak yang berdalih bahwa jalur sepeda masih jauh dari kata aman dan nyaman; banyak bekas galian, kerikil, lubang hingga pedagang berjualan yang berisiko menyebabkan kecelakaan. Apalagi untuk pengguna road bike yang kecepatannya bisa mencapai 40-60 Km/jam.

Demi alasan keselamatan, para pesepeda pun memilih untuk mengambil jalur kanan.

  • Kurangnya pemahaman

Minat gowes yang melonjak tinggi mungkin tak melulu berbanding lurus dengan pemahaman berkendara yang mumpuni.

Tak bisa dimungkiri, bisa saja ada pesepeda yang belum sepenuhnya paham aturan dan etika sepeda di jalan raya.

  • Regulasi

Sepeda dan lalu lintas Jakarta bukanlah perkara yang mudah diusut tuntas.

Kita bisa saja meniru tata aturan di Denmark dan Belanda, namun jika kita fokus ke Jakarta, maka volume kendaraan juga harus masuk pertimbangan.

Jadi, jangan kaget jika pemerintah masih harus uji coba “cara main,” mulai dari pengaturan jam akses, hingga aturan tilang untuk menyiasati pesepeda yang nakal.

Sisi positifnya, perkara sepeda di jalan raya mencuat ke permukan dan jadi fokus bersama.

Mungkin agak berlebihan buat kita untuk berharap Indonesia bisa dapat julukan “ibu kota sepeda” macam Belanda. Namun setidaknya drama-drama yang bermunculan bisa jadi pemicu atensi bersama buat semua pengguna jalan raya, supaya jadi jalur laju yang aman dan nyaman buat semua.