Kontroversi Omnibus law jadi sorotan dunia

Omnibus law terus jadi isu panas, bukan cuma di dalam negeri, bahkan di luar negeri.

Hal ini dibuktikan dengan bagaimana UU Cipta Kerja jadi pembahasan di beberapa media asing dari berbagai negara.

Omnibus Law Disahkan (ANTARA FOTO/FAUZAN)
Omnibus Law Disahkan (ANTARA FOTO/FAUZAN)
Baca juga: Perpaduan Kesegaran RamenGvrl yang Bikin Tetap Produktif Selama di Rumah

The Straits Times asal Singapura sebut UU Ciptaker sebagai isu kontroversial

Media Singapura, The Straits Times, menyebut UU Ciptaker sebagai pemicu gelombang protes dari kelompok buruh.

Parlemen Indonesia pada hari Senin (5 Oktober) mengesahkan RUU penciptaan lapangan kerja yang bertujuan untuk memacu investasi, tetapi telah menarik kritik dari serikat pekerja, yang mengancam akan mogok,” bunyi laporan The Straits Times dikutip Selasa (6/10).

Media asal Singapura juga menyororoti bagaimana covid-19 turut andil dalam penetapan peraturan tersebut.

The Strait Times menyebut, dampak ekonomi yang disebabkan pandemi tersebut jadi pendorong pemerintah menetapkan UU Cipta Kerja.

(Via ANTARA)
(Via ANTARA)
Baca juga: Ternyata Sampah Juga Bisa Dimanfaatkan Untuk Mendukung Lifestyle yang Leave No Trace

Bloomberg dan The New York Times juga soroti UU Cipta Kerja

Dari negeri Paman Sam, dua media raksasa juga menyoal tentang UU Cipta Kerja.

Bloomberg menyebutkan dampak positif dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia atas lahirnya UU baru tersebut.

Meski begitu, Bloomberg juga tak menyangkal bahwa peraturan tersebut juga dibanjiri kritikan dan unjuk rasa, bukan cuma dari serikat buruh Indonesia, namun juga dari serikat buruh internasional.

Fokus lain disampaikan The New York Times. Media Amerika tersebut menyoal tentang isu lingkungan hidup yang ditimbulkan. Mereka “meminjam mulut” politisi partai Demokrat, Marwan Cik Asan untuk menyampaikan kritik tersebut.

Asan mengatakan “RUU penciptaan lapangan kerja dikatakan memudahkan jalannya kegiatan usaha yang meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja lebih banyak, namun RUU tersebut sarat dengan berbagai agenda yang berpotensi merusak lingkungan dan melanggar hak-hak masyarakat Indonesia.”

The New York Times juga mengungkapkan bahwa selama beberapa dekade, sebagian besar kerusakan hutan hujan Indonesia disebabkan oleh produsen kelapa sawit yang membakar lahan yang sangat luas untuk membuka perkebunan.