AI dan Bisnis
Kecerdasan buatan atau AI kini semakin berkembang dan ikut serta dalam perkembangan bisnis masyarakat. ChatGPT misalnya, software berbasis AI yang kini bisa membantu kita brainstorming ide, customer engagement, dan lain-lain.
Walaupun begitu, penggunaan AI dalam kegiatan komersial nggak hanya bawa dampak positif, tapi juga negatif. Salah satu risiko dari penerapan AI adalah rentan terkena cyber attack.
(via Giphy)
Beberapa Tools AI Populer
- ChatGPT: Kecerdasan buatan yang berbasis teks buatan OpenAI.
- Bard: Program AI berbasis language model LaMDA buatan Google.
- Claude: Layanan chatbot berbasis AI buatan Anthropic.
- GitHub Copilot: Tools cloud-based AI yang dibuat GitHub dan OpenAI.
- Bing AI: Program AI berbasis language model (pemodelan bahasa) buatan Microsoft.
- DALL-E: Sistem AI yang dapat mengubah perintah teks menjadi gambar (text-to-image).
AI Memudahkan, Tapi Penggunaan AI Banyak Diprotes
Kita tahu bahwa AI bisa saja memudahkan pekerjaan manusia dan membuat beberapa hal menjadi lebih efisien. Namun, perkembangan AI bisa saja menimbulkan sejumlah masalah, seperti disinformasi, hilangnya lapangan pekerjaan, bahkan kehilangan kontrol atas AI yang dibuat.
Penggunaan AI sendiri sempat diprotes banyak pihak, salah satunya dari SAG-AFTRA (Screen Actors Guild–American Federation of Television and Radio Artists). Mereka menilai AI berpotensi dapat menggantikan peran aktor, pun berpotensi membuat penulis naskah membagi/kehilangan kredit atas karya mereka.
Plus Minus Penggunaan AI dalam Kegiatan Komersial
Plus | Minus |
Bisa bikin alur kerja jadi lebih otomatis dan efisien. | Penggunaan AI tak lepas dari risiko kesalahan. |
Dapat menjadi asisten virtual. | Rentan menjadi sasaran cyber attack. |
Dapat membantu pemilik bisnis mengerti perilaku konsumen. | Kurang mengerti perilaku manusia. |
Sumber: Forbes
Kajian Hukum AI
Uni Eropa kini tengah membuat aturan hukum AI pada 2021 yang dikenal dengan EU AI Act. Namun, kini aturan tersebut baru sampai pada tahap adopsi negosiasi parlemen.
Di Indonesia, UU yang secara khusus mengatur tentang AI masih belum ada. Namun, AI diatur dalam UU ITE yang menyatakan bahwa penyelenggaraan AI, yang dimaknai sebagai Agen Elektronik, di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat, dikutip dari artikel Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Agen Elektronik sendiri bertanggung jawab untuk merahasiakan data, mengendalikan data pribadi pengguna, menjamin privasi pengguna, dan menyampaikan informasi terkait sistem yang digunakannya sehingga tidak merugikan pengguna.
Kata Ahli Soal Penggunaan AI
- “Pengalaman kerja seseorang mungkin bakal lebih bergantung pada budaya perusahaan mereka mengadopsi teknologi ini (AI). Apakah mereka digunakan dengan tujuan mengembangkan proses dan menghasilkan output yang lebih banyak dan baik? Atau mereka digunakan secara kasar hanya untuk menyingkirkan pekerja? Itu adalah perbedaan antara ‘AI yang baik’ dan ‘AI yang jahat’,” ujar Senior Fellow di organisasi riset non-profit Brookings Institution, Mark Muro, dikutip dari Business Insider.
- “Anda seharusnya tidak boleh memiliki tujuan untuk mengotomatisasi sekumpulan pekerja. Ini terkait dengan bagaimana Anda memasangkan orang dengan AI untuk membuat tugas mereka menjadi lebih baik, mengizinkan mereka melakukan banyak hal, dan mengambil keuntungan dari kreativitas dan kepintaran manusia,” kata Chief AI Ethics Officer di perusahaan konsultan global Boston Consulting Group (BCG), Steve Mills, dikutip dari Fortune.
Studi: Pemimpin Bisnis Lebih Tertarik Gunakan AI Untuk Tingkatkan Produktivitas
Berdasarkan laporan yang dipublikasikan di Microsoft pada 2023, ternyata pemimpin bisnis lebih ingin memberdayakan masyarakat menggunakan AI ketimbang menggantikan mereka. Mereka lebih tertarik menggunakan AI untuk meningkatkan produktivitas ketimbang untuk memotong jumlah pegawai.
Hasil Studi Tersebut
31%: Meningkatkan produktivitas pegawai.
29%: Membantu pegawai menyelesaikan tugas penting tetapi membosankan dan berulang.
26%: Meningkatkan kesejahteraan pegawai.
25%: Mengurangi waktu yang dihabiskan karyawan untuk aktivitas bernilai rendah.
24%: Menambah/meningkatkan kapasitas manusia.
24%: Mempercepat ritme kerja pegawai.
21%: Membantu karyawan mengakses pengetahuan terkait perusahaan.
21%: Membantu pemimpin bisnis memahami apakah pekerjaan karyawannya sesuai dengan tujuan perusahaan.
20%: Menghapus hambatan hybrid working.
18%: Meningkatkan inklusivitas.
16%: Mengurangi jumlah karyawan.
Sumber: Laporan yang dipublikasikan di Microsoft berjudul “Will AI Fix Work?”
(via Giphy)
Gimana tanggapan kalian soal penggunaan AI dalam sektor komersial? Let us know!
(Photo courtesy by Shutterstock)