Terungkap dalam memo internal perusahaan
Google dilaporkan memecat 28 karyawan terkait aksi protes terhadap kerja sama dengan Israel.
Adapun aksi protes itu dilakukan dengan cara menduduki dua kantor Google pekan ini.
Dilansir dari The Verge, pemecatan terjadi usai pembubaran dan penangkapan 9 karyawan di New York dan California pada Selasa (16/4) terungkap dalam memo internal perusahaan.
Protes terkait Project Nimbus
FYI, karyawan yang dipecat terlibat dalam protes atas keterlibatan Google pada Project Nimbus, sebuah kontrak cloud dengan pemerintah Israel senilai US$1,2 miliar (sekitar Rp19,5 triliun).
Beberapa dari demonstran menduduki kantor CEO Google Cloud Thomas Kurian dan akhirnya diberhentikan secara paksa oleh aparat.
Look at these Google employees who occupied CEO’s office, demanding that it cuts contracts with the Israeli government. What do you notice?
N95 masks. Covid masks were, and still are, the international sign of woke cult. Nothing to do with that virus.
pic.twitter.com/rXeC3teQD3— Dr. Eli David (@DrEliDavid) April 18, 2024
Bukan kali pertama
Sebelumnya pada bulan lalu, Google juga memecat karyawan lain yang memprotes kontrak saat presentasi perusahaan di Israel.
Dalam memo yang dikirimkan pada karyawan, Rabu (17/4), kepala keamanan global Google Chris Rackow menyebut perilaku seperti itu tidak bisa ditoleransi.
“Perusahaan menangani hal ini dengan sangat serius, dan kami akan terus menerapkan kebijakan lama kami untuk mengambil tindakan terhadap perilaku yang mengganggu, hingga, dan termasuk pemutusan hubungan kerja,” lanjutnya.
Ia juga memperingatkan perusahaan akan mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan.
Dinilai sebagai tindakan balasan yang mencolok
Merespon PHK ini, kelompok ‘No Tech for Apartheid’, yang berada dibalik protes mengatakan pemecatan sebagai tindakan balasan yang mencolok.
“Karyawan Google mempunyai hak untuk melakukan protes secara damai mengenai syarat dan ketentuan kerja kami. Pemecatan ini jelas merupakan pembalasan.”
“Dalam tiga tahun kami mengorganisasi perlawanan terhadap Project Nimbus, kami belum mendengar dari satu pun eksekutif tentang kekhawatiran kami,” tulis kelompok itu dalam sebuah postingan di Medium.
Project Nimbus untuk tujuan militer?
Sebelumnya, ‘No Tech for Apartheid’ menuding ketentuan kontrak di Project Nimbus memungkinkan teknologi cloud dari perusahaan AS, termasuk kecerdasan buatan (AI)-nya, digunakan untuk tujuan militer.
Dokumen yang didapat The Intercept menunjukkan alat Project Nimbus dapat digunakan untuk pengawasan, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari penjajahan Israel di wilayah Palestina.
Top image via Unsplash
—
Let us know your thougts!
-
Kim Jong Un Rilis Lagu “Friendly Father”, Debut Jadi Idol?
-
Presiden Jokowi Bentuk Satgas Untuk Basmi Judi Online
-
Wanita di Brasil Bawa Mayat ke Bank dan Paksa Tanda Tangan Surat Pinjaman