PPN 12%: Sinyal Kuat dari Sri Mulyani untuk 2025

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonfirmasi rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025.

Kebijakan ini sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sebelumnya telah ditetapkan.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pekan lalu (13/11/2024), Sri Mulyani menjelaskan pentingnya langkah ini untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan. Tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa… bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya,” ujarnya.

Namun, kenaikan ini tetap disertai rencana edukasi masyarakat untuk menjelaskan alasan kebijakan dan manfaatnya terhadap stabilitas keuangan negara.

PPN Tertinggi di ASEAN? Ini Faktanya

Jika tarif PPN 12% diterapkan, Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan PPN tertinggi di ASEAN.

Berdasarkan data PricewaterhouseCoopers (PwC), tarif PPN di Indonesia saat ini sudah mencapai 11%, hanya terpaut satu persen dari Filipina.

Untuk perbandingan, berikut tarif PPN atau VAT di negara-negara ASEAN pada 2024:

  • Filipina: 12%
  • Indonesia: 11%
  • Kamboja & Vietnam: 10%
  • Singapura: 9%
  • Malaysia: 8%
  • Thailand & Laos: 7%
  • Myanmar: 5%
  • Timor Leste: 2,5%

Meski begitu, beberapa negara seperti Malaysia baru saja menaikkan tarif pajaknya pada Maret 2024, sementara Thailand dan Laos masih mempertahankan tarif moderat di angka 7%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersiap menghadiri rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/10/2024). Rapat tersebut membahas program kebijakan subsidi pemerintah. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU

Kekhawatiran Terhadap Daya Beli Masyarakat

Kenaikan PPN menjadi 12% bukan tanpa risiko. Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat semakin menekan daya beli masyarakat.

“Nah ini memang harus diwaspadai, makanya harus hati-hati sekali dengan kebijakan PPN nanti ke depannya karena dikhawatirkan daya beli masyarakat akan semakin tertekan,” jelasnya.

Menurut Telisa, pemerintah sebaiknya menunda kebijakan ini hingga daya beli masyarakat membaik. Langkah ini bisa dimulai dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja berkualitas dan meningkatkan upah yang menyejahterakan.

Tantangan di Tengah Stabilitas Ekonomi

Sri Mulyani menghadapi tantangan berat untuk memastikan kebijakan ini tidak mengorbankan konsumsi rumah tangga, yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional.

Apakah kenaikan PPN menjadi solusi atau malah memicu risiko baru? Yang pasti, edukasi dan komunikasi efektif menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap langkah besar ini.

Top image via ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/tom.

Let us know your thoughts!

  • Makin Bertambah, Kemnaker Ungkap Ada 63.947 Pekerja Kena PHK Selama Januari-Oktober 2024

  • Terungkap! 64 Anjing Ditemukan di Gudang Banyuwangi, Penjualnya Bisa Jual 300 Ekor Per Bulan

  • Pemkot Jakarta Pusat Bentuk Satgas Cegah Kekerasan di Sekolah: Apa Saja Tugasnya?