Menkes minta maaf karena sempat menyebut penanganan pandemi DKI Jakarta terburuk
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan permintaan maafnya kepada Pemprov DKI Jakarta karena udah menyebut dengan penanganan pandemi terburuk se-Indonesia. Menurutnya, ini adalah kesalah pahaman dari penilaian.
“Saya sampaikan permohonan maaf dari saya pribadi Menteri Kesehatan atas kesimpangsiuran berita yang tidak seharusnya terjadi,” kata Budi, melansir dari CNN.
Budi menjelaskan, pemberian nilai E terhadap kualitas penanganan pandemi DKI Jakarta bukan penilaian terhadap kinerja pemerintah Pemprov DKI.
Sebenarnya nilai tersebut adalah indikator risiko berdasarkan analisa internal Kemenkes untuk melihat laju penularan COVID-19 dan respons pemerintah provinsi.
Baca juga: Warga India Sembah “Dewi Virus Corona” untuk Redam Pandemi
Upaya penerapan kebijakan dan simulasi
Secara pribadi, Budi udah melihat tabel penilaian kualitas penanganan pandemi dari sekitar sebulan yang lalu. Juga membahasnya bersama jajaran Kemenkes.
Hal ini merupakan upaya kemenkes mempelajari penerapan kebijakan dan simulasi yang cocok untuk mengantisipasi lonjakan kasus daerah, mulai dari level kabupaten, kota, hingga provinsi.
Sebelumya, tabel penilaian kualitas penanganan pandemi untuk seluruh provinsi diungkapkan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono bersama komisi IX pada komplek DPR/MPR.
Dalam pemaparan tersebut, Dante menyampaikan Jakarta mendapat nilai E dengan tolak ukur transmisi komunitas pada level 4 dan respons yang masih terbatas.
“Ada beberapa daerah yang masuk kategori D, dan ada yang E seperti Jakarta. Tapi ada juga yang masih di C,” katanya.
Jakarta mendapat skor E
Penilaian ini dilihat dari kapasitas Bed Occupation Rate (BOR) dan tracing kasus pada wilayah tersebut.
“Karena di DKI BOR-nya sudah mulai meningkat dan kasus tracingnya tidak terlalu baik,” jelas Dante. Penilaian kualitas penanganan ini mulai dari range A – paling baik hingga range E – paling buruk.
Penentuan level tersebut kemudian menurut kapasitas respons jika transmisi komunitas tercatat tinggi pada sebuah daerah. Respons sendiri adalah pemberlakuan 3T, yaitu testing, tracking, dan tracing. Transmisi komunitas COVID-19 pada Jakarta tercatat pada level 4 atau sangat tinggi, namun 3T atau responsnya terbatas.