Kasus “3 Anak Saya Diperkosa” mencuat usai viral di media sosial
Kasus “3 Anak Saya Diperkosa” berhasil mencuri perhatian warganet di media sosial.
Kasus tersebut terjadi pada tahun 2019 di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Ketika itu seorang ibu bernama Lydia melaporkan kasus pencabulan terhadap ketiga anaknya yang masih berusia di bawah 10 tahun.
Terduga pelaku adalah mantan suaminya yang merupakan ayah kandung mereka sendiri. Ia adalah seorang aparatur sipil negara yang punya posisi di kantor pemerintahan daerah.
Namun alih-alih mendapat keadilan, Lydia justru dituding punya motif dendam. Bahkan ia disebut memiliki gangguan kejiwaan hingga legitimasi laporannya dipertanyakan. Alhasil penyelidikan kasus tersebut pun dihentikan.
Siapapun yang tidak bisa akses link diatas, bisas buka via ini ya https://t.co/33QP7Jhf7t
— Hasan (@hasankhadiki) October 7, 2021
Baca juga: Aksi Pembunuhan Seekor Gajah di Aceh Disidangkan, Pelaku Terancam Penjara 5 Tahun
Kasus “3 Anak Saya Diperkosa” minim bukti?
Menanggapi hal tersebut, pihak Kapolres Luwu Timur, AKBP Silvester M.M. Simamora pun angkat suara.
Kapolres yang baru menjabat di Luwu Timur pada bulan Juli 2021 tersebut menyebut penghentian penyelidikan kasus 2019 tersebut terjadi bukan karena manipulasi.
“Tidak ditemukan bukti yang cukup adanya tindak pidana cabul sebagaimana yang dilaporkan,” kata Silvester, dikutip dari detikcom.
Ia menjelaskan bahwa ketiga anak Lydia sempat dibawa ke Puskesmas untuk menjalani pemeriksaan visum et repertum, didampingi ibu kandung dan petugas P2TP2A Kabupaten Luwu Timur.
Namun pemeriksaan tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan, luka lecet atau tanda kekerasan pada dubur dan kelamin ketiga anak tersebut.
“Laporan hasil asesmen P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Luwu Timur bahwa tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut kepada ayahnya karena, setelah sang ayah datang di kantor P2TP2A, ketiga anak tersebut menghampiri dan duduk di pangkuan ayahnya,” ujar Silvester.
Karena minimnya bukti, proses penyelidikan pun akhirnya dihentikan pihak kepolisian.
Respon LBH Makassar: penutupan kasus berlangsung prematur
LBH Makassar juga sempat angkat suara soal kasus ini.
Mereka menegaskan bahwa hasil asesmen P2TP2A Luwu Timur yang menjadi salah satu dasar polisi menghentikan kasus ini tidak bisa dijadikan dasar.
“Kami menganggap tidak bisa dijadikan dasar untuk penghentian penyelidikan karena sejak awal ada maladministrasi dan kecenderungan keberpihakan petugas P2TP2A Luwu Timur, sehingga asesmen yang diberikan juga tidak objektif,” ungkap perwakilan LBH Makassar, Resky.
Karena hal itu, LBH Makassar berharap kasus ini dibuka kembali untuk dievaliasi. Pasalnya penghentian penyelidikan berlangsung prematur untuk dihentikan.