A World Without, gambaran para remaja di era dystopia
Nia Dinata bersama penulis naskah Lucky Kuswandi siapkan film terbarunya bersama Netflix berjudul “A World Without.”
Film tersebut mengusung latar dystopia yang terinspirasi dari gaya hidup anak muda di era media sosial.
Baca juga: Yayan Ruhian Bintangi Film yang Diproduseri Sam Raimi, Adu Peran dengan Samara Weaving dan Bill Skarsgård
“Selamat datang di The Light”
A World Without berlatar tahun 2030, dan fokus pada tiga orang sahabat bernama Salina, Ulfah dan Tara – diperankan oleh Amanda Rawles, Maizura dan Asmara Abigail.
Ketiganya mencari tujuan hidup yang lebih bermakna dengan bergabung ke sebuah training center bernama The Light yang didirikan oleh Ali Khan (Chicco Jerikho) yang karismatik dan istrinya yang cantik, Sofia (Ayushita).
Bertempat di daerah hijau yang permai, ketiga sahabat ini percaya bahwa The Light dapat memberikan jawaban, walau pada akhirnya kenyataan akan menunjukkan sebaliknya.
“Kami memilih tahun 2030 karena waktunya yang tidak begitu jauh, namun tetap bisa dilihat sebagai masa depan. Oleh karena itu, kostum dan lokasi menjadi elemen yang sangat penting untuk menciptakan semesta di film ini,” kata Nia.
“A World Without berlatar sepuluh tahun dari pertama kali kami mengembangkan naskahnya, sehingga saya melihat gambar-gambar di tahun 2010 untuk mencari inspirasi set dan bangunan di film ini. Ternyata, baik itu fashion maupun arsitektur, tidak ada banyak perubahan yang bisa ditemukan dalam kurun waktu sepuluh tahun.”
Baca juga: Timothée Chalamet Bagikan Tampilan Perdana Sebagai Willy Wonka
Selipkan pesan female empowerment lewat film A World Without
Menurut Nia, film ini mengusung pesan kemanusiaan, termasuk female empowerment.
Ia ingin menceritakan betapa pentingnya menantang para remaja untuk berpikir lebih kritis di tengah arus informasi yang begitu deras saat ini, serta bagaimana para perempuan muda mencoba menemukan kekuatan dari dalam diri mereka sendiri.
Yang tak kalah menarik, film ini melibatkan banyak sineas perempuan di sektor kru, sinematografer hingga produser.
“Perempuan muda sering dianggap remeh dan powerless. Melalui film ini, saya mencoba memutarbalikkan narasi itu untuk menunjukkan bahwa walau ketiga karakter utama ini masih muda, mereka tidak hanya sekadar pion dan ada kekuatan di balik kepolosan mereka yang bahkan dapat meruntuhkan sebuah institusi,” kata Nia.
“Pesan yang paling ingin saya sampaikan adalah terlepas dari betapa kacaunya dunia ini, orang-orang dan terutama remaja bisa selalu menemukan jalan untuk mempercayai diri mereka sendiri alih-alih menggantungkan kepercayaan sepenuhnya di tangan orang lain. Kita harus percaya pada insting dan intuisi kita, dan satu-satunya cara adalah dengan bersikap lebih perseptif dan kritis terhadap sekeliling kita.”
“Pada akhirnya, kekuatan itu harus datang dari dalam diri untuk menuntun kita ke jalan yang benar. Itu yang paling penting.”