Hukuman gantung untuk obat-obatan terlarang di Singapura
Ganja memang jadi benda yang sangat ilegal di Singapura, bahkan cuma denga bawa 1 kilogram saja orang bisa kena hukuman gantung.
Selasa (12/10) kemarin, pengadilan tinggi negara tersebut menolak banding seorang laki-laki terhadap hukuman matinya. Hukuman ini ia dapat akibat mengantar 1 kilogram ganja dari negara tetangganya, Malaysia, melansir Channel News Asia.
Omar Yacob Bamadhaj (41), mengaku dapat paksaan dan ancaman dari petugas narkotika untuk mengakui keterlibatannya dalam jual beli narkoba.
Sementara itu, Singapura sendiri tak punya toleransi untuk obat-obatan terlarang. Sudah ada ratusan orang, termasuk warga negara asing, yang kena hukuman gantung ini selama beberapa dekade terakhir.
Kronologi bawa 1 kilogram ganja, terjadi 2018 silam
Pria bernama Omar Yacob Bamadhaj (41) itu tertangkap pada tahun 2018 saat pengecekan rutin oleh polisi di perbatasan. Di dalam mobilnya, polisi menemukan tiga bundel ‘si hijau’ tersebut dengan berat total 1 kilogram.
Ayahnya yang juga berada di dalam mobil tak tahu-menahu soal hal ini. Omar pun bilang bahwa benda yang terbungkus aluminium foil, plastik, dan koran itu adalah ‘tanaman herbal’. Ya, nggak salah.
Namun, ia juga mengaku tak tahu jelas isi ‘parsel’ itu. Katanya temannya di Malaysia, Din dan Latif, lah yang memasukkan ke mobilnya tanpa sepengetahuan Omar.
Akhirnya, polisi bilang kalau Omar mengaku kalau tanaman itu adalah marijuana dan menerimanya karena ia “sangat membutuhkan uang”.
Hukum yang ‘salah sasaran’, tuai banyak kritik hak asasi
Hukum yang tak pandang bulu ini pun lumayan menuai kontroversi. Bisa saja hukuman jatuh ke orang yang salah.
Omar pun sempat mengklaim kalau seorang petugas pernah melemparkan pulpen ke arahnya dan bilang, “Kalau kau menolak untuk mengaku, saya masukkan kau dan ayahmu ke hukuman gantung,“.
Pengadilan pun menjatuhkan hukuman mati itu kepadanya, karena sudah bawa 1 kilogram ganja, yang belum tentu ia lakukan dengan sengaja.
Hal semacam ini lah yang juga jadi salah satu alasan kenapa hukuman pukul rata seperti ini banyak mendapat kritik. Bahkan Amnesty International mengutuk “keputusan tak berperasaan” ini.
“Ketergantungan Singapura pada undang-undang dan kebijakan yang kejam bukan cuma gagal mengatasi penggunaan dan munculnya narkoba, tapi juga tidak memberi perlindungan efektif dari bahayanya. Selain itu, malah memfasilitasi serangkaian pelanggaran hak asasi manusia.” kata Chiara Sangiorgio, penasihat hukuman mati kelompok itu.
—
Baca juga: