Kalo kalian adalah pecinta sepak bola, nama Irfan Bachdim tentu bukan nama yang asing. Atlet kelahiran tahun 1988 tersebut sudah membela berbagai klub ternama, termasuk di liga Indonesia dan Jepang, serta menjadi bagian Timnas Indonesia sejak tahun 2010.
Maklum, ia memang sudah ditempa di lapangan hijau sejak usia belia. Ia sudah bergabung di SV Argon sejak usia 10 tahun dan konsisten berlaga hingga usianya menembus kepala tiga. Di titik tersebut, Irfan Bachdim sudah menginjak usia yang “tua” mengingat bidang profesi atlet memiliki umur karir yang jauh lebih pendek dibanding pekerjaan “konvensional.”
Isu ini tentu jadi keresahan tersendiri buat para atlet. Meninggalkan dunia kompetisi di masa pensiun pada usia 30-an adalah realita yang sulit dicerna para atlet, mengingat mereka sudah dilatih untuk berlaga sejak usia muda.
Apa itu Hyrox?
Alhasil, banyak atlet pun harus putar otak untuk menemukan “spark” baru dalam hidup. Dan buat Irfan Bachdim, Hyrox jawabannya.
Hyrox adalah olahraga kebugaran kompetitif yang menggabungkan lari jarak jauh dengan serangkaian latihan fungsional. Setiap peserta harus menyelesaikan delapan putaran lari sejauh 1 km, yang masing-masing diikuti oleh tantangan seperti sled push, sled pull, wall balls, burpee broad jumps, dan lainnya. Olahraga ini pertama kali diperkenalkan di Jerman dan dirancang untuk menjadi kompetisi kebugaran yang terstandarisasi, sehingga peserta dari seluruh dunia dapat bersaing secara adil. Hyrox menawarkan tantangan fisik dan mental yang cocok untuk berbagai level atlet, dari pemula hingga profesional.
“Sebagai seseorang yang kompetitif sejak kecil, saya butuh sesuatu untuk dikejar. Ketika saya menemukan Hyrox, itu menjadi motivasi baru. Olahraga ini tidak hanya membuat saya lebih bugar, tapi juga membantu saya merasa lebih santai secara mental,” ungkapnya.
Irfan juga berbagi tentang tantangan emosional setelah meninggalkan dunia sepak bola. “Saya merasa lebih mudah marah, kurang sabar dengan anak-anak, dan merasa seperti bukan diri saya sendiri. Tapi Hyrox mengubah semua itu. Saya merasa puas setelah setiap latihan dan mulai menemukan kembali diri saya.”
Dari Sepak Bola ke Hyrox: Tantangan Baru
Berpindah dari dunia sepak bola ke Hyrox tentu bukan tanpa tantangan. Irfan mengakui perbedaan besar antara kedua olahraga tersebut. “Sepak bola adalah olahraga tim, jadi banyak tergantung pada rekan setim. Di Hyrox, saya bertanggung jawab penuh atas performa saya sendiri. Ini memungkinkan saya untuk benar-benar menguji kekuatan mental dan sejauh mana saya bisa mendorong tubuh saya.”
Namun, ada juga kemiripan yang memudahkan transisi ini. Berkat latar belakangnya sebagai pemain sepak bola, daya tahan menjadi kekuatan utama Irfan. “Di Hyrox, banyak peserta memiliki tubuh lebih besar dan kuat, tapi mereka tidak bisa berlari seperti saya. Di situlah saya mendapat keuntungan besar,” jelasnya.
View this post on Instagram
“Saya Selalu Punya Target”
Irfan memulai dengan menyatakan bahwa ia selalu menetapkan target. “Rekor sebelumnya kalau tidak salah adalah sekitar 1 jam 14 menit. Tapi saya yakin bisa memecahkan rekor itu meskipun tidak tahu seberapa jauh,” ungkapnya. Dengan persiapan matang, termasuk simulasi 80%, dan dukungan dari pelatihnya, Irfan mampu melampaui ekspektasi.
“Saya hanya fokus mendorong diri saya hingga batas maksimal,” tambahnya.
Dukungan Keluarga dan Peran Jenifer Bachdim
Salah satu momen paling membanggakan bagi Irfan adalah ketika istrinya, Jenifer, ikut terjun ke dunia Hyrox. “Awalnya dia heran kenapa saya begitu terobsesi dengan Hyrox. Tapi setelah mencoba, dia langsung jatuh cinta. Bahkan sekarang dia semakin termotivasi untuk meningkatkan performanya,” kata Irfan dengan senyum.
Pasangan ini bahkan berencana untuk berkompetisi dalam kategori mixed doubles di masa depan. “Menemukan sesuatu yang kita cintai bersama sebagai pasangan adalah hal yang luar biasa,” tambahnya.
Pesan untuk Mereka yang Berjuang
Bagi mereka yang sedang menghadapi transisi dalam hidup, Irfan memiliki pesan yang inspiratif. “Jangan berhenti mencari. Temukan sesuatu yang Anda cintai dan terus dorong diri Anda. Saya belajar bahwa kekuatan pikiran jauh lebih besar dari yang kita kira. Ketika saya merasa kehilangan arah setelah pensiun dari sepak bola, Hyrox menjadi jalan keluar untuk mengatasi keresahan itu. Ketika Anda merasa lelah, itu sebenarnya baru 40% dari kemampuan Anda. Selalu ada ruang untuk mendorong lebih jauh.”
Dengan semangat kompetitif yang tak pernah padam, Irfan Bachdim membuktikan bahwa batasan hanya ada di dalam pikiran. Dari sepak bola ke Hyrox, ia menunjukkan bahwa transformasi tidak hanya mungkin, tapi juga bisa menjadi peluang untuk menemukan versi terbaik dari diri kita.
—
Let us know your thoughts!
-
Virus HMPV: Kasusnya Menyebar di China – Kini Ditemukan di Indonesia
-
Siapa Sosok Patrick Kluivert? Eks Pemain Ajax yang Dikabarkan Jadi Pelatih Baru Timnas Indonesia
-
Terima Kasih, Shin Tae Yong!