Sebuah dilema yang setidaknya dirasakan hampir sebagian anak muda Jakarta
Dengan terus bertambahnya coffee shop di Indonesia, anak muda seolah banjir pilihan. Meski demikian, hal tersebut justru membuat mereka semakin bingung dalam memilih coffee shop yang akan dikunjungi.
Baik sekedar bekerja, nongkrong, foto ala-ala atau pure menikmati kopi, memilih coffee shop akan selalu menjadi sebuah dilema. Menanggapi hal tersebut, USS Feed memutuskan untuk menanyakan beberapa pendapat beberapa orang yang kehidupannya begitu relate dengan coffee shop, mulai dari roaster/ owner, Instagramers foto kopi dan fashion enthusiast.
—
Isman alias (baim)
Sebagai salah satu orang yang berkecimpung di dunia ‘kopi‘, mulai dari Co.founder salah satu coffee shop di Como Park, barista, roaster, pengajar pelatihan kursus kopi sampai fotographer brand sachet, Isman mengaku kalau dirinya justru tidak ambil pusing soal “aesthetic” atau rasa.
Menurutnya hal yang mendasarinya memilih sebuah coffee shop yang akan dikunjungi adalah ‘lokasi‘. “Cari yang terdeket aja, kalau memang butuh caffeine pasti gua mampir ke toko kopi. Selama ketelen dan rasanya ganggu sih gak masalah buat gua.” begitu tutur Isman.
Bahkan dirinya mengaku meskipun ada tempat yang ‘instagramable‘ atau kopinya enak banget pun, dirinya tidak akan memaksakan diri untuk berkunjung, kecuali memang sedang ingin ‘eksis‘ alias berfoto.
Lebih lanjutnya Isman menambahkan kalau dia tidak memiliki coffee shop “kuncian”, menurutnya yang terpenting adalah kopi yang disajikan bisa masuk ke mulut dan memenuhi kebutuhan caffeine hariannya.
Lydia, Dentist / tukang “moto” kopi
Senada dengan Isman, Lydia yang juga seorang fotografer kopi mengaku kalau dirinya tidak terlalu mementingkan soal aesthetic atau kopi yang enak. “Kalau buat nongkrong biasanya pilih yang paling deket rumah atau tempat kerja.” begitu tuturnya
Beruntung baginya di sekitar tempat tinggalnya, banyak coffee shop yang menyajikan kopi berkualitas, meski demikian terkadang karena tuntutan pekerjaan, Lydia juga mencari coffee shop yang instagenic namun tetap menyajikan kopi berkualitas.
‘As long coffee shop speciality biasa udah enak.‘ begitu lanjutnya. Lebih lanjutnya Lydia menjelaskan kalau dirinya adalah tipe yang coffee shop-nya itu-itu saja. Beberapa coffee shop yang diklaim dirinya aesthetic namun juga menarwkan rasa yang enak adalah Say Something (Aries), Three Folks (Pesanggrahan), Crematology (PX Pavillion) dan Ombe.
Lydia menambahkan kalau dirinya sebenarnya sangat ‘jatuh cinta’ sama But First Coffee menghadirkan konsep vintage namun homey, sayangnya sudah tutup.
Hendy, Social Media Director USS
Dikenal lewat akun Instagram @fuckyeahendy, Hendy justru mengaku pilihan coffee shop yang akan dia kunjungin bergantung pada mood-nya saat itu.
“Ada hari di mana gua ingin kopi yang enak dan gua akhirnya memilih sebuah cofee shop yang menawarkan itu, tapi ada juga waktu lain yang membuat gua lebih memilih cofee shop berdasarkan ambience yang ditawarkan tempat tersebut.” begitu tuturnya.
Meski sering ke coffee shop, Hendy sendiri mengaku sebenarnya bukan orang yang paham banget soal kopi dan dia lebih memilih mengkonsumsi es kopi susu. Berdasarkan pengalamannya, dia merekomendasikan orang untuk mencoba Dua Coffee (Cipete), Tetiba (Panglima Polim) dan Kopi Sana (Pangpol).
Baginya bisa nongkrong bareng temen di coffee shop yang aesthetic adalah sebuah bonus dan yang terpenting dari coffee shop diantara pilihan aesthetic atau rasa adalah adem!
—
Final thoughts
Berdasarkan beberapa narsum di atas, soal pilihan tersebut pastinya tidak bisa disamaratakan bagi semua orang dan wajar kalau ada perbedaan.
So if you asked me aesthetic or taste, i would go for taste! To wrap it up, here some of coffee shop you should visit ;
5 rekomendasi coffeeshop yang minim bocil kentang :
1. Kopi Selamat Pagi, Bintaro pic.twitter.com/CH6FQlMQOF
— Rafli Fachreza (@raflialveiero) July 15, 2020
Happy Sunday, and don’t forget your caffeine intake!