Setahun lebih pandemi, pelaku UMKM masih harus kerja ekstra keras supaya dapur tetap ngebul
Pandemi memang sudah berlangsung selama setahun, namun dampaknya masih “mencekik” pelaku UMKM Indonesia.
PSBB dan PPKM yang muncul silih berganti juga turut andil menjegal langkah mereka mencari peluang usaha.
Sejak bulan Desember 2020 lalu tercatat sudah ada sekitar 1.500 restoran di kawasan Jabodetabek harus gulung tikar karena himpitan keadaan. Ada pula ancaman hukum dan denda yang turut mempersempet ruang gerak.
Siswanto, seorang pedagang pempek kaki lima yang di depan kantor USS Feed di kawasan Jakarta Selatan pun jadi salah satu pelaku UMKM yang merasakan dampaknya. Dari pemecatan, minim omzet, waswas pada virus hingga pengawasan ketat aparat, sempat ia rasakan semua.
Baca juga: 88Rising Umumkan Head in the Clouds 2021, Berikut Line Up-nya!
“Habis nggak gabis, saya pulang””
Pak Siswanto menjajakan pempek buatannya di persimpangan lampu merah bilangan jalan Wijaya, lokasi yang jauh dari rumahnya yang berlokasi di kawasan Taman Mini.
Sosok berusia 56 tahun tersebut tak punya gerobak; dagangannya disimpan di dalam satu kotak plastik yang ia pegang di tangan kiri, sementara tangan kanannya menggenggam papan kertas berlaminating bertuliskan “jual pempek bangka isi; 3 pcs Rp15.000, 5 pcs Rp25.000.”
Jika lampu hijau menyala, ia berdiri di trotoar, berharap papan kertas yang ia pegang bisa mencuri perhatian pejalan kaki dan pengendara. Jika lampu merah menyala, ia mondar-mandir dari mobil satu ke mobil lainnya untuk menawarkan makanan ringan yang ia sediakan.
“Saya baru berjualan enam bulan. Sebelumnya saya kerja di sebuah toko cat di Ciputat, namun karena sepi saya mengundurkan diri,” ujarnya pada USS Feed. “Soalnya gaji saya dibayar secara cicil, sementara saya punya keluarga dan penghasilan itu nggak mencukupi.”
Pak Siswanto punya satu orang istri, dua orang anak dan tiga orang cucu. Semuanya ia tanggung sendiri lantaran menantunya baru saja di-PHK.
“Saya jualan dari jam 10 pagi hingga jam 3 sore; biasanya tiap hari laku cuma 13 hingga 14 porsi, tapi habis nggak habis saya pulang. (Soalnya) kalo kelamaan sudah sepi dan ada kamtib juga,” lanjutnya.
Ketika ditanya soal risiko yang ia hadapi, Pak Siswanto mengaku cukup resah. Satu-satunya yang ia bisa lakukan hanya mengenakan masker ganda dan menyemprotkan uang yang ia terima dengan sanitizer.
“Habis gimana? Kalo nggak gitu nggak makan.”
Cara bantu Pak Siswanto dan para pelaku UMKM lain yang senasib
USS Feed dan 14 media digital lain seperti Menjadi Manusia, Volix, Cretivox dan Folkative meluncurkan pergerakan kolektif bertajuk Digital Bergerak untuk membantu pelaku UMKM dan pedagang kecil seperti Pak Siswanto.
Koalisi media ini mengajak lo untuk berpartisipasi buat mengumpulkan dana untuk memborong dagangan para pelaku UMKM, yang kemudian dibagikan ke masyarakat kurang mampu.
Lo bisa ikut berpartisipasi mulai dari Rp10 ribu! Cek laman ini untuk ikutan donasi!