Pemerintah putuskan untuk revisi empat pasal UU ITE, satu paket dengan penambahan satu pasal

Pemerintah memastikan mengambil keputusan untuk revisi empat pasal UU ITE. Lantaran pasal ini banyak menjadi sorotan karena banyaknya pasal karet dan menimbulkan multitafsir.

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menko Polhukam, Mahfud MD menyampaikan revisi terbatas ini satu paket dengan penambahan satu pasal dalam UU ITE, yakni pasal 45C. Keempat pasal tersebut adalah Pasal 27, Pasal 27, Pasal 28, dan pasal 36.

Revisi keempat pasal ini merupakan upaya untuk menghilangkan multitafsir, pasal karet, dan kriminalisasi digital. Ketiga poin tersebut sesuai dengan masukan dari masyarakat sipil selama proses pengkajian rencana revisi UU ITE beberapa waktu lalu.

Meski begitu, Mahfud menegaskan revisi ini gak serta merta mencabut keseluruhan UU yang udah ada.

“Kita perbaiki, tanpa mencabut UU itu karena masih sangat diperlukan untuk mengatur lalu lintas komunikasi kita dalam dunia digital,” ucap Mahfud.

Empat pasal UU ITE yang akan direvisi

Revisi terbatas ini berlaku terhadap empat pasal. Yaitu Pasal 26 tentang penggunaan data pribadi, pasal 27 tentang distribusi konten terkait kesusilaan, judi, hingga pencemaran nama baik. Kemudian pasal 28 tentang penyebaran hoaks hingga SARA dan pasal 36 tentang perbuatan terkait yang dianggap merugikan.

Sementara itu, ada juga satu pasal baru yang masuk yaitu Pasal 45c. Terkait pasal baru ini, Mahfud sendiri belum memberikan rincian tentang isinya. Namun ia memastikan keberadaan UU ITE masih sangat perlu untuk mengatur lalu lintas telekomunikasi.

Sesuai dengan kebutuhan masa kini dan mendatang

DPR pun menyambut baik keputusan pemerintah untuk merevisi UU ITE. Apalagi empat pasal tersebut selama ini menjadi polemik dalam dunia digital Indonesia.

Anggota Komisi I DPR, Dave Laksono mengatakan DPR siap untuk membahas kembali secara bersama-sama terkait revisi UU tersebut. Meski begitu, ia juga menekan bahwa revisi ini harus benar-benar mampu menjawab keresahan publik selama ini.

Namun Komisi I hingga kini belum menerima surat dari pemerintah yang bakal melakukan revisi UU ini. “Kami belum terima suratnya dari pemerintah yah. Jadinya masih butuh pembahasan lebih dalam. Tapi kami tentu siap untuk membahas kembali,” terangnya.