“Catatan sejarah Indonesia akan diperbaharui berdasarkan hasil kajian para ahli sejarah,” demikian pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai menghadiri Musyawarah Nasional Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) di Bandung, Sabtu (14/12). Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya menyongsong peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Menurut Fadli, revisi ini tak hanya menjadi formalitas, tetapi sebuah kebutuhan. Salah satu contohnya adalah temuan terbaru di situs prasejarah Gua Leang-Leang, Maros, yang usianya kini diperkirakan mencapai 40.000 hingga 52.000 tahun—jauh lebih tua dari perkiraan sebelumnya yang hanya 5.000 tahun.
Sejarah sebagai Energi Positif Bangsa
Ketua Umum MSI, Prof. Dr. Agus Mulyana, menekankan pentingnya pembaruan data sejarah untuk mengangkat rasa percaya diri bangsa. “Terkadang kita ini kurang percaya diri dalam segi kesejarahan. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa masa prasejarah kita lebih lama dibandingkan negara-negara seperti Mesir atau Eropa,” ujarnya.
Agus juga menyoroti masa kolonial yang selama ini sering disimplifikasi dengan narasi “350 tahun dijajah Belanda.” Ia memberi contoh bahwa Aceh, hingga tahun 1920-an bahkan 1930-an, belum sepenuhnya ditaklukkan Belanda. “Ini perlu interpretasi ulang, bahwa kita bukan bangsa yang kalah,” tambahnya.
Dari Masa Prasejarah hingga Reformasi: Periodisasi Baru Sejarah Indonesia
Selain pembaruan temuan prasejarah, revisi ini juga akan menyasar periodisasi sejarah nasional. Agus mengungkapkan, MSI akan memperluas periodisasi yang saat ini terbagi dalam 10 jilid, meliputi sejarah dari masa prasejarah hingga reformasi.
“Kita berharap periodisasi ini dilanjutkan sampai era sekarang, termasuk masa kepemimpinan Prabowo. Penulisan sejarah ini adalah momentum penting,” tuturnya.
Menjembatani Ilmu Sejarah dengan Generasi Muda
Fadli Zon juga berharap revisi sejarah ini bisa menjadi jembatan untuk generasi muda, terutama dengan menjadikan sejarah kembali sebagai pelajaran wajib di sekolah.
“Catatan sejarah yang lengkap dan relevan tidak hanya menjadi dokumen masa lalu, tapi juga sumber kebanggaan nasional,” tutup Fadli.
Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya merevisi masa lalunya, tetapi juga membangun narasi baru untuk masa depan.
Top image via ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/YU
—
Let us know your thoughts!
-
Majelis Nasional Setujui Pelengseran Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Buntut Deklarasi Militer yang Cacat Hukum
-
Twins HinaHima: Anime Pertama di Dunia yang 95 Persen Produksinya Pakai AI
-
Kucing Prabowo Bobby Kertanegara Dapat Penghargaan dari Google Indonesia, Ini Jajaran Tren di 2024