Berkata gambar peta buatan tangan, seorang pria yang pernah diculik oleh kelompok perdagangaan saat berusia empat tahun akhirnya bisa kembali dengan keluarganya.
Viral di media sosial, ternaya pria ini berhasil membuat peta desa asalnya yang dia ambil dari memorinya lebih dari 30 tahun berselang.
Rindu kampung halaman, dia mengunggah gambar peta buatan tangan desanya di sosial media
Pria bernama Li Jingwei dari provinsi Yunnan di China menjadi orang yang mengalami hal unik tersebut.
Dilansir Sky News, dia kerap kali rindu dan merasa ingin pulang ke kampung halamannya. Di sisi lain, dia juga mendengar bahwa anak-anak lain yang bernasib sama dengannya (diculik), kini sudah kembali dengan kerabat.
Dia akhirya memutuskan untuk membagika video via aplikasi TikTok pada Desember 2021. Dalam unggahannya, dia menampilkan gambar peta desa buatan tangannya.
Peta itu akhirnya dicocokan oleh sebuah polisi dengan sebuah desa kecil di mana mereka menemukan seorang ibu yang putranya menghilang.
Setelah itu dilakukanlah tes DNA dan akhirnya dia dipertemukan kembali oleh sang ibu pada Tahun Baru 2022.
Dalam perjumpaan virtual, Li menyebut kalau ibunya menangis. “Dia menangis, setelah selesai video call aku mengenalinya sekilas. Ibuku dan aku memiliki bibir yang sama,” tuturnya.
Begini kronologi penculikan Li
Diketahui Li diculik pada tahun 1989, setelah itu dia di bawa ke sebuah keluarga di Lankao yang ternyata berjarak 1.609 km dari desanya.
Sejak pertama berada di daerah asing itu, Li mencoba menggambar di tanah dengan tongkat untuk membantunya mengingat rumah asalnya.
“Aku membentuk kebiasaan, setidaknya sekali sehari. Aku tahu pohon, batu, sapi dan bahkan jalan mana yang berbelok serta ke mana air mengalir,” tuturnya kepada The Paper.
Dia bahkan masih mengingat karakteristik keluarganya, mulai dari wajah, mata, dahi dan dia juga masih ingat seluruh anggota keluarga.
Saat menceritakan kisah ini, Li mengaku dia di bawa pria berkepala botak dan kemudian diserahkan kepada pasangan berusia 40an.
Beruntung pasangan itu memperlakukan Li dengan baik. Mereka mulai membelikan pakaian baru dan membawanya dalam sebuah perjalanan kereta.
“Mereka mengajari saya prinsip menjadi manusia sedari kecil. Hal itu menjadi bekal agar saya bisa belajar keras,” lanjutnya.