Enam siswa harumkan Indonesia di Olimpiade Matematika Internasional ke-63
Kabar membanggakan terus menghujani negeri, kini enam anak bangsa di ajang Olimpiade Matematika Internasional mengukir prestasi.
Siapa sangka, keenam pelajar Indonesia ini bisa membawa pulang satu medali perak, empat medali perunggu, dan satu Honourable Mention dari International Mathematical Olympiad (IMO) ke-63 yang berlangsung di Oslo, Norwegia.
Satu medali perak itu disabet oleh Rafael Kristoforus Yanto. Sementara itu, empat perunggu diraih oleh Sandy Kristian Waluyo, Maulana Satya Adigama, Evelyn Lianto, dan Vanya Priscillia.
Ada pula Honourable Mention yang didapatkan oleh Andrew Daniel Janong.
Melansir laman Kemendikbud, selama dua hari kompetisi para peserta sukses mengerjakan enam soal yang meliputi bidang aljabar, kombinatorika, geometri dan teori bilangan.
Olimpiade matematika internasional tertua
Bukan sekadar ajang unjuk gigi hitung-hitungan, IMO merupakan olimpiade tertua dalam bidang matematika untuk siswa SMA seluruh dunia.
Dulunya, IMO pertama kali diselenggarakan pada tahun 1959 di Rumania, dengan total tujuh negara yang berpartisipasi. Setiap negara boleh mengirim hingga enam siswa, satu pemimpin tim dan wakilnya, serta para pengamat.
Sejak itu, olimpiade matematika tersebut jadi ajang yang rutin diadakan setiap tahun.
Kira-kira, gimana perjalanan Indonesia di IMO dari tahun ke tahun?
Indonesia udah ikut IMO sejak 1988Walau Indonesia belum pernah jadi tuan rumah, sejarahnya dalam ajang ini sudah dimulai dari tahun ‘80-an.
Secara keseluruhan, tim Indonesia sudah mengikuti olimpiade matematika tertua ini hingga 34 kali. Hingga hari ini, sudah ada lima medali emas, 29 medali perak, 55 medali perunggu, dan 33 Honourable Mention yang terkumpul.
Indonesia pertama kali mengirimkan perwakilannya pada tahun 1988 ke IMO ke-29 di Canberra, Australia. Saat itu, tim merah putih harus bersaing dengan 48 negara lain.
Dari catatan yang ada di situs resmi International Mathematical Olympiad, Indonesia cuma mengirimkan tiga orang perwakilan: Roes Arief Budiman, Moh. Nanda Kamanaya, dan Sariniatun.
Pulang tanpa medali maupun penghargaan, setidaknya tim perdana ini membawa pengalaman berharga. Kemudian baru pada tahun 1991 negeri ini bisa memboyong satu Honourable Mention dan membuka pintu kesuksesan para penerusnya.
Lima medali emas pun disumbangkan pertama kali tahun 2013 oleh Stephen Sanjaya. Ini seakan jadi momen pecah telur untuk pencapaian empat medali emas di tahun 2018, 2019, hingga 2020.
Apapun yang dibawa pulang oleh para perwakilan negeri, perjuangan mereka sudah cukup untuk mengharumkan nama dan eksistensi Bangsa Indonesia di ranah Internasional.
What are your thoughts? Let us know!