Menurut laporan organisasi kesejahteraan hewan Asia For Animals Coalition, Indonesia ada di posisi pertama sumber video penyiksaan hewan di medsos.
Berbagai konten keji kekerasan pada hewan ini bersliweran di medsos seperti Facebook, YouTube, sampai TikTok.
Dari 5.480 konten penyiksaan hewan yang mereka catat, 1.626-nya berasal dari Indonesia, menurut catatan organisasi itu. Di peringkat kedua, ada Amerika Serikat yang tercatat menghasilkan 296 konten. Ya. Indonesia ‘menang’ telak.
Video penyiksaan hewan di sosmed adalah masalah global
Angka yang ada di data Asia For Animals memang mengejutkan. Bagaimanapun, menurut para peneliti, maraknya video penyiksaan hewan itu tidak memiliki batasan negara.
Ini adalah masalah global dari mana pun konten itu berasal dan dibagikan. Sementara, di media sosial hampir tak ada batasan.
Sayangnya, sejauh ini upaya berbagai organisasi untuk memberantas masalah tersebut gagal. Terutama karena konten-konten seperti ini muncul di platform–platform raksasa.
Lebih parahnya lagi, video eksplisit penyiksaan hewan terbilang ‘laris’ juga di internet. Bahkan tak jarang orang mendapatkan uang dari konten semacam itu.
Berbagai platform medsos mengaku tak mengizinkan konten berisi kekejaman. Tapi nyatanya, menurut penelitian Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC), banyak video-video itu masih tetap tayang walau sudah ada yang melaporkan.
Melawan eksploitasi hewan, apa yang bisa Lo lakukan?
Pembuatan, bahkan penyebaran video penyiksaan hewan saja itu termasuk eksploitasi hewan. Semakin banyak penonton, semakin besar juga kemungkinan orang untuk membuat lebih banyak konten tersebut.
Ada beberapa hal yang bisa Lo lakukan untuk memerangi isu ini. Mengutip dari SMACC, pertama, kita harus aware akan konten-konten yang melibatkan penyiksaan hewan.
Kedua, report langsung ke kategori ‘animal cruelty‘. Nggak usah ragu juga untuk meng-encourage orang sekitar untuk lakuin hal yang sama.
Selanjutnya, upayakan untuk nggak menonton secara sengaja. Makin populer, makin banyak profit untuk pembuat video.
Lalu, jangan terlibat di komentar, like, ataupun dislike. Bagaimanapun, engagement ini bisa menaikkan popularitas.
Terakhir dan yang terpenting, jangan share. Sayangnya, walaupun tujuan Lo adalah untuk naikin awareness dari kejahatannya, sharing tetap bikin popularitasnya naik.
—
Jadi, mending tinggal report dan tanda tangan di petisi!
Baca juga: