Jadi korban Ghosting, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengajukan pengunduran diri.
Adapun dengan penarikan ini, UGM tidak lagi terlibat dalam penelitian Vaksin Nusantara untuk Covid-19 yang diprakarsai Terawan Agus Putranto selaku mantan Menkes.
Apa benar UGM jadi korban ghosting?
Seperti dilansir CNNIndonesia, Yodi Mahendradhata selaku Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidan Penelitian dan Pengembangan menejelaskan latar belakang pengunduran diri.
Salah satunya karena sejauh ini peneliti FK-KMK UGM tidak turut terlibat dalam proses uji klinis, termasuk dengan penyusunan protokol.
“Belum ada keterlibatan sama sekali. Kita baru tahu saat itu muncul di media masa bahwa itu dikembangkan di Semarang, kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM,” pungkasnya, Senin (8 Maret).
Lebih lanjutnya, ia mengakui bahwa sejumlah peneliti UGM memang sempat memperoleh informasi terkait wacana pengembangan vaksin dibawah koordinasi Kementrian Kesehatan.
Saat itu, mereja menyatakan bersedia mendukung penelitian itu. Namun, setelah itu malah tidak ada komunikasi sama sekali terkait penelitian vaksin nusantra.
Gadjah Mada University has withdrawn from the Nusantara vaccine effort, initiated by former Health Minister Terawan AP, claiming that they’ve been essentially ghosted, with no meaningful communication so far.
That’s a popular thing to do these days, eh? Time to call the experts pic.twitter.com/Y97OgDww3T
— Nuice Media (@nuicemedia) March 8, 2021
Meski tercantum pada Surat Keputusan Nomor HK 01.07/MENKES/1176/2020, tim peniliti tidak mengetahui apapun, bahkan sampai dengan posisi mereka pada tim.
“Waktu itu belum ada detail ini vaksinya seperti apa, nama saja kita tidak tahu. Hanya waktu itu diminta untuk membantu, ya kami di UGM jika ada permintaan dari pemerintah seperti itu, kami berinisiatif untuk membantu,” pungkasnya.
Tidak pernah terlibat penelitian, UGM sulit berkomentar soal vaksin
Para peneliti kemudian merasa keberatan karena tidak pernah terlibat dalam seluruh proses penelitian. Bahkan, mereka kabarnya belum pernah melihat protokol uji klinis sama sekali.
Atas dasar itulah, para peneliti juga tidak mampu memberikan komentar apapun terkait vaksin nusantara termaksud tahap penelitiannya.
Selama pandemi, UGM sendiri sudah terlibat dalam sejumlah penelitian, sala satunya Vaksin Merah Putih bersama perguruan tinggi lainnya di bawah konsorsium inisiasi Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
Selain itu mereka juga bekerjsama dengan Kemenkes mengawal program vaksinasi yang telah berjalan dan memonitor pelaksaan di lapangan.
Dalam sebuah penelitian, pertemuan dan koordinasi wajib dilakukan
Belajar dari pengalam ini, Yodi berharap penelitan yang dikerjakan dan melibatkan kerja sama sejumlah memerlukan komunikasi intens dengan pihak terkait.
Tidak lupa dengan proses koordinasi yang dibangun dengan baik seblum dan selama penelitan dilakukna. Lazimnya, dalam kerjasama, ada baiknya dilakukan pertemuan dan koordinasi sebelum memulai penelitian.
Dalam hal ini, Kemenkes selaku koordinator penelitan yang wajib menjelaskan detail penelitian yang akan dikerjakan. Sementara pada kasus Vaksin Nusantara, tahapun tersbeut tidak terjadi.
“Kita belum pernah menerima surat resmi, protokol, atau apapun. Teman-teman agak keberatan, kalau disebutkan sebagai tim pengembang kan harus tahu persis apa yang diteliti,” tutupnya.
—
Waduh sampe UGM jadi korban ghosting juga. Ada apa sih sama trend yang satu ini?