Fokus pada pekerjaan yang melibatkan anak-anak
Pemerintah Jepang berencana akan mengizinkan perusahaan melakukan background check alias pemeriksaan latar belakang kriminal selama dua puluh tahun terakhir.
Adapun sistem baru itu bertujuan mencegah orang dengan catatan kejahatan seksual mendapatkan pekerjaan, terutama yang ‘dekat’ dengan anak-anak.
Cegah kejahatan ‘berulang’
FYI, hukum pidada Jepang menyatakan bahwa sebuah hukuman berhenti berlaku 10 tahun setelah orang tersebut menjalani hukuman penjara dan rehabilitas.
Setelah masa itu selesai, mereka mendapatkan kembali kesempatan bekerja.
Namun, pemerintah kini merasa background check yang lebih lama itu diperlukan mengingat tingginya kejahatan ‘berulang’ terutama di kalangan pelaku kejahatan seksual.
Badan Anak dan Keluarga, juga melaporkan lebih dari 90 persen pelaku kejahatan seks melakukan kejahatan seksual lagi dalam waktu 20 tahun.
Syarat wajib bagi rekruter pekerjaan di lingkungan sekolah, TK, dan PAUD
Dikenal dengan sebutan ‘Japanese DBS’, nantinya sistem ini diharapkan bisa menjadi syarat wajib bagi sekolah, taman kanak-kanak dan taman bermain sebelum merekurt staff mereka.
Sementara itu background check tidak menjadi kewajiban bagi rekruter pekerja tempat les dan layanan pengasuh anak (babysitter) karena mereka tidak berada di bawah pengawasan pemerintah.
Apa saja yang diperiksa?
Catatan kejahatan seks yang dapat diungkapkan akan terbatas pada yang diputuskan di pengadilan, tidak termasuk kasus di mana tuduhan dibatalkan karena penyelesaian atau alasan lain.
Selain pelanggaran hukum pidana, pelanggaran peraturan daerah, seperti pelecehan dan voyeurisme, akan dicakup oleh sistem ini.
Top image via Unsplash-Hiroyoshi Urushima
—
Let us know your thoughts!
-
Satelit Merah Putih 2 Sukses Diluncurkan yang Libatkan SpaceX Milik Elon Musk
-
BRIN: Angin Kencang di Rancaekek Mungkin Tornado Pertama di Indonesia
-
Mudik Gratis 2024, Pemprov DKI Jakarta Siapkan Anggaran Rp 13 Miliar