Hasil penelitiannya dirilis dalam bahasa Inggris, nama ‘Kangen Band’ berubah jadi ‘Longing Band’

Siapa sangka? Ternyata Kangen Band pernah loh jadi objek studi seorang profesor di Monash University, Malaysia!

Dilansir dari Antara, profesor yang diketahui bernama Emma Baulch tersebut merangkum hasil riset terhadap Kangen Band dalam artikel bertajuk “Longing Band Play at Beautiful Hope” (versi pra-cetak) yang kemudian dirilis di International Journal of Cultural Studies edisi Mei 2013.

Menyoal tentang Kangen Band, Emma Baulch membahas tentang aksi panggung grup musik asal Lampung tersebut, serta bagaimana Kangen Band mendapat label Pop Melayu. Pada awal tahun 2000, istilah Pop Melayu diasumsikan sebagai pembeda kelas musik pop di Indonesia.

Menurut Emma Baulch, sejarah Kangen Band sulit ditelusuri

Sebelum dikenal lewat media mainstream, musik Kangen Band beredar lewat format bajakan. Video-video klip tak resmi Kangen Band juga beredar di jagat maya hingga membuat identitas Kangen Band tak terkuak. Hal ini, menurut Baulch, membuat awal karir Kangen Band sulit untuk ditelusuri.

Nama Kangen Band mulai berkibar secara nasional sejak digandeng Warner Music Indonesia pada 2007. Lewat kerja sama tersebut, keduanya merilis album “Aku, Kau, dan Dia” secara resmi. Sejak saat itu, Kangen Band melambung sebagai bintang pop pada pertengahan 2000-an.

Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa karir Kangen Band juga didorong sejak Ring Back Tone (RBT) menjadi tren. Ketika itu, musik Kangen Band sering digunakan sebagai RBT. Majalah musik Rolling Stone Indonesia bahkan menobatkanKangen Band sebagai Juaranya RBT.

Emma Baulch banyak teliti musisi Indonesia

Emma Baulch merupakan Profesor di Fakultas Media dan Komunikasi Monash University Malaysia. Dalam karirnya, Emma banyak menulis tentang musik-musik Indonesia.

Sosok Emma Baulch (source: Monash University Malaysia)

Buka cuma Kangen Band, Emma Baulch juga pernah menulis tentang Krisdayanti dalam Cosmopatriots, juga tentang skena punk dan metal di Bali tahun 90-an dalam “Making Scenes: Reggae, Punk and Death Metal in 1990s Bali.”

Emma Baulch Juga sempat menulis tentang musik pop Melayu di Indonesia dalam “Melayu vs Pop Indonesia: Marketeers, producers and new interpretations of genre into the 2000s” pada 2014.