Korban kasus bullying sekaligus pelecehan seksual di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), MS, tak kunjung mendapat keadilan, malah dapat ancaman.
Pengacara MS, Muhammad Mualimin, bilang kalau korban mendapat ancaman untuk mencabut laporan polisi dan menyelesaikan secara ‘kekeluargaan’.
Kalau tak mau, akibatnya ia harus berhenti kerja di KPI.
Kasus bullying KPI belum selesai, pejabat malah bersikap pasif-agresif
“Ada sedikit nada ancaman halus kalau seandainya ingin tetap bekerja di KPI harus mau berdamai dengan pelaku dan tidak meneruskan ini ke proses hukum.” kata Mualimin, melansir Kompas (13/10).
Hal ini terjadi setelah korban melaporkan ke polisi tujuh karyawan sekantor yang sudah melecehkannya dan melanggengkan budaya plonco selama bertahun-tahun.
Selama bertahun-tahun ini juga si korban kasus bullying ini selalu dapat perpanjangan kontrak dari tahun ke tahun. Hal ini, kata Mualimin, karena MS merupakan karyawan yang cemerlang dengan performa baik.
Kekhawatiran hilang karier yang sudah ia bangun sejak 2012
Pengacara korban itu pun berkata, kliennya sempat mereasa khawatir dengan ancaman pasif-agresif dari pejabat KPI itu.
Dengan performa kerja yang membuat kariernya aman sejak 2012, tentu bukan hal mudah untuk melepas semua begitu saja. Apalagi, kontrak MS di KPI bakal habis di bulan Desember ini.
“Tentu itu membuat jatuh mentalnya dan khawatir posisinya terancam. Pekerjaan itu penting kan apalagi di era pandemi ini banyak orang menganggur,” ujar Mualimin.
Kuasa huhum MS itu pun menilai, bakal sangat aneh dan politis kalau tahun ini kontrak MS tak diperpanjang.
Upaya agar KPI tak semena-mena ‘nge-kick‘
Walau dengan ancaman tadi, MS kabarnya kini tetap teguh untuk lanjutkan proses hukum. Pengacaranya pun memastikan pihaknya bakal mengawal MS supaya KPI tak semena-mena memberhentikannya.
“Kalau seandainya korban kontraknya tak diperpanjang karena alasan ini, terntu kita akan gugat KPI. Kita kan sama sekali tidak ingin menjelekkan KPI. Yang kita inginkan korban ini dapat keadilan.” pungkasnya.
—
Ya, semoga saja laporan yang Polres Metro Jakarta Pusat terima (hanya) setelah viral itu bisa mereka proses seadil-adilnya.
Baca juga: