Twitter Lagi, Twitter Lagi
Selain soal Elon Musk, baru-baru ini warganet di Indonesia banyak ngomongin soal ‘Kebaya Merah’. Spesifiknya, soal konten pornografi yang berbentuk video.
Dari banyaknya kasus konten viral yang berangkat dari Twitter, kayaknya nggak ada yang bisa menghentikan platform burung biru ini buat selalu bersiul.
Seperti yang kamu tahu, kebaya adalah pakaian tradisional yang populer di Indonesia.
Dalam video berdurasi sekitar 16 menit dan berlatar kamar hotel itu, si pemeran mengenakan pakaian tersebut. Karenanya, video itu disebut sebagai video ‘Kebaya Merah’.
Kebaya merah emang ada apa sih? 🤔
— Nanti Kita Sambat Tentang Hari Ini (@nksthi) November 3, 2022
Konten Pornografi di Twitter
Secara keseluruhan, di tahun 2020 Kominfo sudah blokir sebanyak 1.062.558 konten pornografi. Dan dari sekian banyak kasus, sebagian besar penyebaran pertama kali kejadian lewat Twitter.
Hal ini ditengarai oleh minimnya supervisi dan praktisnya fitur berbagi dalam platform tersebut seperti retweet dan like. Meski berbeda, keduanya membantu penyebaran sebuah konten.
Selain itu, sudah jadi rahasia umum kalau banyak pengguna yang membuat akun alter untuk jual-beli konten pornografi di Twitter.
Ditambah fakta kalau nggak semua orang dengan sengaja nyebarin kontennya. Ada pula yang jadi korban penyebaran konten atau yang sering disebut revenge porn.
Hal ini akhirnya bikin semua jadi makin runyam.
Akibatnya, Kementerian Kominfo menyebut Twitter sebagai media tertinggi dalam penyebaran konten pornografi (Kominfo, 2020). Selama ini Kominfo sudah nyoba blokir situs-situs berbau pornografi tapi pada praktiknya ini sulit dilakukan.
Bukan cuma karena situs porno yang ‘mati satu tumbuh seribu’, koordinasi antarpihak terkait yang memegang kendali pun sulit.
Elon Musk plans to fast-track a product to monetize adult content on Twitter. But choosing to expand adult content at a moment of heightened scrutiny surrounding sex work and queer people is risky. https://t.co/LNpPQEUQsq
— WIRED (@WIRED) November 9, 2022
Revenge Porn dan Penyebaran Konten Nonkonsensual
Revenge porn memang bukan hal asing. Mungkin, sekarang, di sekitar kamu ada korban yang nggak pernah berani angkat bicara.
Secara istilah, revenge porn mengacu pada kejadian di mana konten pribadi yang berbau seksual disebar tanpa izin atau nonkonsensual.Terlebih lagi, ada unsur dendam di sana.
Biasanya pelaku revenge porn adalah orang terdekat. Bisa mantan, pacar, partner, teman, sampai hacker atau bahkan orang yang kepengin lihat hidupmu menderita (Revenge Pornography: Gender, Sexuality and Motivations, 2017).
Permasalahan ini jadi cukup tricky karena nggak jarang juga korban kena sentimen negatif dari orang-orang.
Belum cukup kesialan menimpa, pihak berwajib bisa juga ikut menetapkan seseorang yang seharusnya jadi korban untuk jadi tersangka.
Hukum Terkait Konten Pornografi
Di Indonesia sendiri, regulasi terkait penyebaran konten pornografi ada dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Kamu bisa dijerat hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda sebesar 1 miliar rupiah kalau terbukti bersalah.
Selain itu, ada juga Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi yang melarang setiap orang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat konten pornografi.
Dari UU Pornografi tersebut, seseorang yang memberikan konsensus untuk membuat video bisa saja terkena pidana jika tidak menegaskan untuk melarang penyebarannya.
Namun, jika video diambil secara sepihak, sudah jelas pihak lainnya adalah korban.
Selain dua hukum di atas, menyimpan konten pornografi juga merupakan sebuah tindak pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 6 UU Pornografi.
Balik lagi ke ‘Kebaya Merah’, sejauh ini pihak kepolisian sudah berhasil menangkap dan identifikasi kedua pemerannya. Diketahui inisial wanita berkebaya merah itu adalah AH, dan pemeran prianya berinisial ACS.
Mereka ditangkap di sebuah kos-kosan di daerah Medokan, Surabaya, dan sudah ditetapkan jadi tersangka. belum dipastikan berapa berat hukuman yang bakal diterima.
Hal ini terjadi karena penyelidikan belum mendapatkan titik terang. Sampai hari ini motif tersangka masih jadi misteri.
—