Kim Jong Un mengakui kalau situasi di Korea Utara lagi krisis pangan, menurut laporan media pemerintah setempat.

Menurutnya, krisis pangan ini terjadi gara-gara bencana topan dan banjir tahun lalu, beberapa bulan setelah ia memperingatkan warga Korea Utara tentang potensi krisis.

Dalam rapat pleno Partai Buruh Korea, Kim mengatakan kalau negaranya sedang mengalami “situasi pangan yang genting“. Walaupun negara tersebut keadaannya “memburuk selama memasuki tahun ini“, ekonomi secara keseluruhannya menunjukkan peningkatan.

Mangutip CNN, negara yang sudah ‘serba rahasia’ itu pun jadi makin tertutup dari seluruh dunia semenjak pandemi.

Masalah serius bagi Korea Utara

Kim Jong Un Akui Korea Utara Krisis Pangan, Harga Pisang Sampai Rp641 ribu?
Pekerja di pabrik produksi kubis di Pyongyang, 1 Desember 2020 (via CNN)

Dalam hal ini, Kim Jong Un gak menyebutkan skala krisisnya. Walau begitu, krisis ini adalah masalah yang tampaknya serius bagi Korea Utara.

Menurut laporan Korean Central News Agency (KCNA), pada bulan April Kim sempat mendesak warganya untuk melakukan ‘Arduous March‘ saat berpidato di pertemuan politik.

Istilah tersebut mengacu pada periode kelaparan massal beserta krisis ekonomi pada era 1990-an yang mematikan hingga 10 persen populasinya. Saat itu, ekonomi mereka menurun drastis akibat runtuhnya Uni Soviet yang (tadinya) mengalirkan dana ke negara tersebut.

Harga pisang saja Rp641 ribu, bukti nyata krisis

Kim Jong Un Akui Korea Utara Krisis Pangan, Harga Pisang Sampai Rp641 ribu?
Petani di sawah provinsi Hamgyong Selatan, 2019 (IFRC)

Food and Agriculture Organization (FAO) mengestimasi Korea Utara kekurangan sekitar 860.000 ton makanan, cukup untuk persediaan dua bulan. FAO juga mengatakan negara itu juga berencana untuk mengimpor hanya seperlima dari yang mereka butuhkan untuk menutup kekurangan.

Sebagai bukti bahwa mereka tengah dalam krisis, laporan NK News melaporkan bahwa satu kilogram pisang di Pyongyang (ibu kota Korut) harganya mencapai Rp641. Berarti, satu buah pisang masing-masing harganya sekitar Rp91 ribu.

Selain itu, bulan lalu, Radio Free Asia juga melaporkan kalau beberapa petani negara itu diminta menyumbangkan urin mereka setiap harinya untuk membuat pupuk. Pengumpulan urin ini merupakan salah satu strategi mereka untuk mencapai target panen tahun ini.

Baca juga: