Lomba mural yang disuarakan “Gejayan Memanggil” merupakan bentuk respon atas maraknya penghapusan mural atau gambar dengan media dinding di beberapa daerah.
Mereka mengajak para seniman untuk dapat mengikuti lomba mural yang diselenggarakan.
Penghapusan mural bentuk kekeliruan?
Sebagaimana dilansir Kompas.com, Humas lomba mural “Gejayan Memanggil”, Mimi muralis menyampaikan bahwa mural adalah gambar kebudayaan yang dialami oleh manusia saat mulai anak-anak.
Penghapusan atau pemberangusan karya mural adalah bentuk kekeliruan penguasa atau orang dewasa. “Coret-coretan di tembok adalah cara-cara ketika kebebasan bersuara terbatas dan sekarang coretan itu dibatasi,” tuturnya pada Selasa (24 Agustus).
Dia menambahkan, dengan maraknya penghapusan mural yang terjadi di beberapa daerah, pihaknya melihat bahwa generasi sekarang ‘tertekan’ dengan kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi.
“Kami berusaha melihat generasi sekarang yang tertekan dengan kebijakan pemerintah menangani pandemi dengan cara otoriter,” tuturnya.
Langkah penghapusan mural atau gambar di dinding yang diambil pemerintah, dinilai keliru.
Gambar harusnya mendapat apresiasi
Menurutnya, gambar yang tersaji di jalanan harusnya bisa mendapatkan apresiasi seperti yang dilakukan bangsa di Eropa.
“Negara-negara Eropa mereformasi politiknya dan negara-post kolonial yang merdeka. Mereka banyak bertebaran mural yang sifatnya membangun. Kendati dianggap kritis dan mengancam para politisi,” tuturnya.
Bahkan belakangan ini, mural di berbagai negara justru digunakan sebagai daya tarik wisata, sedangkan di Indonesia malah dianggap kriminal.
Pihaknya juga menyayangkan banyaknya baliho yang menjadi sampah visual justru malah dinilai sebagai ‘representasi suara rakyat’.
“Padahal itu suara oligiarki yang punya uang untuk menyewa papan reklame dan memprinting spanduk banner yang merusak pemandangan secara estetik atau politik,” imbuhnya.
Lomba mural digelar, yang dihapus duluan jadi pemenang
Dalam lomba mural yang digelar kali ini, ada beberapa kriteria yang jadi penilaian. Mulai dari keberanian, semangat melawat, diapresiasi rakyat, dan tidak menyinggung SARA.
Namun ada pula kriteria penilaian mural yang paling cepat dihapus oleh aparat. Mimim menjelaskan bahwa mural yang paling cepat mendapat respon atau dihapus akan mendapat nilai lebih.
Pasalnya hal itu menunjukan tidak ada apresiasi, atau pemerintah tidak merespon dengan kebijakan yang jelas.
Ia menambahkan mural yang cepat dihapus merupakan estetika perlawanan dan menunjukan bahwa pemerintah mengalami kepanikan, ketakutan kalau rakyat sudah dikelabui.
Uniknya pemenang lomba kali ini tidak akan mendapat uang, melainkan akan menerima eksposure dan mural yang menang akan dijadikan desain baju. Adapun penjualan baju atau kaos itu sebagian untuk gerakan rakyat bantu rakyat.