Hobbit alias manusia purba masih hidup di hutan Pulau Flores
Spesies manusia purba yang juga disebut sebagai Hobbit diyakini masih hidup di hutan Pulau Flores.
Adapun hal itu dilatarbelakangi oleh penemuan kerangka kecil spesies manusia yang punah di Pulau Flores, Indonesia.
Para arkeolog kemudian mengklaimnya sebagai Homo Floresiensi.
Seorang pensiunan profesor antroplogi di University of Alberta bahkan mengklaim bukti keberadaan spesies mungkin telah diabaikan dan sampai hari ini mereka bisa saja masih hidup.
Penemuan di Flores kerap diabaikan
Pada sebuah opini, Gregory Forth sang penulis buku “Between Ape and Human” berpendapat bahwa paleontologi dan ilmuwan mungkin mengabaikan pengetahuan dan catatan tentang ‘manusia kera’ yang ada di hutan Flores.
“Tujuan saya menulis buku ini adalah untuk menemukan penjelasan terbaik, yaitu yang paling rasional dan didukung secara empiris, dari kisah Lio tentang makhluk-makhluk itu,” tulis Forth dalam artikel itu seperti dikutip dari IFL Science, Kamis (21/4/2022).
“Ini termasuk laporan penampakan oleh lebih dari 30 saksi mata, yang semuanya saya ajak bicara langsung. Dan saya menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan apa yang mereka katakan kepada saya adalah bahwa hominin non-sapiens telah bertahan di Flores hingga saat ini atau baru-baru ini,” imbuhnya.
Zoologi rakyat lokal orang Lio di pulau tersebut berisi cerita tentang manusia yang berubah menjadi hewan saat mereka bergerak.
Selain itu mereka juga beradaptasi dengan lingkungan baru. Itu kenapa dia menyamakan jenis itu dengan Lamarckisme.
“Seperti yang diungkapkan oleh penelitian lapangan saya, perubahan yang diajukan seperti itu mencerminkan pengamatan lokal tentang persamaan dan perbedaan antara spesies leluhur yang dianggap dan keturunannya yang berbeda,” katanya.
Kerap diidentifikasi sebagai hewan
Karena tidak memiliki bahasa dan teknologi rumit seperti manusia, Lio kerap mengidentifikasi mahluk sebagai hewan.
Namun kesamaan mereka dengan manusia tidak berbeda jauh.
“Untuk Lio, penampilan manusia kera sebagai sesuatu yang tidak sepenuhnya manusiawi membuat makhluk itu menjadi anomali dan karenanya bermasalah dan mengganggu,” tulis Forth.
“Naluri awal kami, saya duga, adalah menganggap manusia kera yang masih ada di Flores sebagai sepenuhnya imajiner. Tapi, dengan menganggap serius apa yang dikatakan orang Lio, saya tidak menemukan alasan yang baik untuk berpikir begitu,” jelasnya.
“Apa yang mereka katakan tentang makhluk itu, dilengkapi dengan bukti lain, sepenuhnya konsisten dengan spesies hominin yang masih hidup, atau spesies yang hanya punah dalam 100 tahun terakhir,” tutupnya.