Rawan jadi korban kekerasan seksual
Kebijakan masuk sekolah 05.30 untuk kelas XII SMA/SMK dinilai Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) Veronika Ata rawa memicu kekerasan seksual.
Dengan tegas dia menolak kebijakan yang dinilai tidak memihak kepentingan terbaik.
“Kami secara tegas menolak kebijakan masuk sekolah jam 5.30 pagi karena tidak mewakili kepentingan terbaik anak, salah satunya membuat mereka berada dalam kondisi rawan kekerasan seksual,” kata Veronika, Jumat (10/3) dikutip dari Antara.
Baca juga: Slipknot Bakal Boyong US Marine untuk Kawal Pengamanan Mereka Selama Hammersonic Festival 2023
Berangkat dengan kondisi yang tidak memadai
FYI, kebijakan baru yang ditetapkan Gubernur NTT mengharuskan siswa berangkat dalam kondisi yang masih gelap.
Selain itu, transportasi yang belum ‘beroperasi’ membuat siswa berjalan kaki ke sekolah.
“Kondisi ini menempatkan anak-anak pelajar terutama perempuan rawan menjadi korban kekerasan seksual,” ujarnya.
Baca juga: Demi Merchandise K-pop, Gadis Asal Filipina Curi Uang Orang Tuanya Sampai Rp 557 Juta
Kebijakan yang tidak efektif?
Kebiajakan itu juga bertolak belakangn dengan semangat pemerintah bersama berbagai elemen dalam mencegah dan melindungi anak dari praktik kekerasan seksual.
Veronika juga khawatir siswa malah mengantuk dan proses belajar menjadi tidak efektif.
“Karena itu kami menolak dengan tegas kebijakan ini karena menyengsarakan murid, juga orang tua, dan guru, bahkan meresahkan masyarakat,” katanya.
Dalih mempersiapkan pelajar untuk masuk ke perguruan tinggi juga dinilai Veronika tidak ‘akurat’.
Top image via ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/aww.
-
Bireuen di Aceh Larang Live Music, Ini Larangan-Larangan dari Berbagai Daerah di Dunia
-
Urai Antrian Stasiun Manggarai, Kemenhub Siapkan 5 Tangga Tambahan
-
Buat PR, Anak Sekolah di China Mulai Pakai ChatGPT