Ketika sebuah pesta senang-senang yang namanya dipatenkan menjadi milik salah satu pihak saja nampak sidikit aneh. Kasus ini terjadi pada Crowd Surfer yang mematenkan nama ‘Emo Night’ menjadi milik mereka. Ini seperti mematenkan acara Malam Takbiran menjadi milik salah satu masjid saja.

Meski teman-teman dari Crowd Surfer sudah mengeluarkan klarifikasi bahwa yang dipatenkan adalah nama ‘Emo Night by Crowd Surfer’ kami tetap ingin membahasnya. USS Feed mengaja Ekgrig (Avath, 630 Recs), Rega Ayundya (WeHumCollective & Holytunes), dan Sabrina Athika (Fix Production).

Kurang lebih inilah bincang-bincang kami mengenai soal dipatenkannya ‘Emo Night’;

Boleh jelasin sedikit tentang lo dan background lo di bidang musik/eo?

Sabrina: Gw penikmat musik ajasih, lebih banyak di youtube tp gw kerja di record label.

Ekrig: Pertama terjun ke music promoter pas di tawarin untuk put up a show for Full of Hell yang lagi tour SEA di tahun 2015, setelah itu langsung ga berenti sampe sekarang.

Rega: Pekerjaan aslinya seniman, tp di 2013 bareng Echan bikin music zine namanya ‘Sobat Indie’. Di 2016, bareng Anggia, WeHumCollective & Holytunes bikin karaokean emo & pop punk sampai akhirnya berlanjut bikin karaoke-karaoke dg tema sama dan tema lain brg anak-anak termasuk Ekky & 630.

Tanggapan lo soal nama “Emo Night” dan “Emo Night JKT” dipatenkan hanya untuk satu EO (CrowdSurfers.id)?

Sabrina: Agak ngakak sih, karena menurut gw ’emo night’ dibuat atas dasar lo seneng dan passion ama musik yang terbilang indie itu. It bring back such memories dan kalo lo patenin berarti lo larang komunitas lain untuk buat acara seperti itu secara ga langsung. Kalo lo bukan pelopor emo di dunia kayaknya aga sedikit kepedean ga si? lagian jadinya yg lo peduliin bukan movementnya, cuannya aja gitu. Besok-besok gw mau patenin ladies night, rnb nighht ama malam halal bi halal biar gw cuan

Ekrig: Ga jelas. Ga jelas visi dan misinya, dan menurut gw ga pantes, karena scene emo atau scene ’emo night’ specifically bukan punya 1 orang atau 1 instansi tertentu IMHO.

Rega: Lucu. Kayak Inul ngepatenin kata ‘karaoke’ atau kata ‘nobar’ dipatenin satu kafe.

Kenapa ini akan menjadi masalah untuk industri permusikan, secara khusus kepada penggemar musik genre emo?

Sabrina: Ya balik lagi kayak tadi. Lo egois bro, karen menurut gw ketika lo peduli ama sebuah movement, lo akan support orang2 lain yang berjuang untuk buat movement tsb. Lagian ’emo night’ pertama di LA deh bos, malu ah.

Ekrig: Karena banyak organizer di maupun luar jakarta yang sama-sama mempunyai passion atau kenangan dengan lagu emo pada saat mereka beranjak dewasa atau mungkin sampai sekarang. Tapi ketika mereka terbentur hanya karena suatu ‘term‘ (bukan brand/merek) yg di patenkan sama orang lain, ya jadi nya gimana tuh?

Rega: Gak sehat. Aksi monopoli di scene yang landasannya D-I-Y dan komunitas itu toxic, in my opinion.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah event organizer perihal kejadian ini?

Sabrina: Ketawain aja sih.. never stop the movement if you’re passionate about it. I mean its too funny, im sorry but too funny.

Ekrig: Bikin ’emo night’ jadi ‘EM0 N16HT’ atau ‘BUKAN EMO NIGHT’ jangan lupa dengan hashtag #babyweknowthelaw

Rega: Bikin Emo Night Bekasi.

Kurang lebih itulah tanggapan mereka soal perihal dipatenkannya nama ini menjadi milik satu organisasi saja. Intinya adalah mematenkan satu hal milik bersama menjadi milik segelintir orang doang itu egois!