Bukan cuma bikin batik, Mohan Hazian dan Jejouw juga ngajak kita explore tempat kerajinan yang nggak kalah wajib lo datengin di Pekalongan. Yup, pengrajin kain tenun!
Masih dengan misi mendukung kerajinan warisan budaya lokal bareng Ninja Xpress, siap-siap untuk kolaborasi antara pengrajin tradisional sama brand lokal.
Nggak sembarang kain tenun, kali ini kita bakal main ke pengrajin yang udah mulai crafting dari tahun 1940, ‘Ridaka Tenun’.
Yuk langsung ikuti petualangan mereka di video Pekalongan Part 2!
Mulai dari kain serat nanas sampai kursi eceng gondok, semua berawal dari ‘sampah tumbuhan’
Kalau kemarin kita udah lihat cara bikin-bikin batik tulis, next stop, Ridaka Tenun & Kerajinan Kreatif Pekalongan.
Di sana, Mohan dan Jejouw bertemu dengan Ibu Aya, alias anak dari almarhum pendiri Ridaka, Pak Kadir. Ia bercerita, awal mula bikin berbagai macam kerajinan adalah dari keresahan bapaknya yang melihat banyak sampah tumbuhan yang terbuang gitu aja.
Misal, eceng gondok, pelepah pisang, serat daun nanas yang biasa orang buang. Katanya, “ciptaan Tuhan itu tidak ada yang sia-sia, cuman manusianya aja yang belum tau gunanya untuk apa.”
Jadilah eksperimen yang hasilnya jadi berbagai kerajinan tradisional, termasuk kain tenun dari macam-macam bahan alami. Mulai dari keset dan kursi eceng gondok, sampai kain serat nanas bahkan jadi pesanan dari mancanegara.
Intip cara bikin kain tenun yang masih tradisional!
Setelah lihat-lihat koleksi kerajinan, Mohan dan Jejouw juga ajak kita ngintip proses produksi kain tenun di Ridaka.
Alat-alat yang dipakai sampai hari ini juga bukan mesin canggih kayak di pabrik-pabrik. Saat masuk ke ruangan produksi, kita bisa lihat alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu, dan denger suaranya yang bak ASMR. Ruangannya pun penuh dengan benang-benang berbahan eceng gondok, pelepah pisang, sampai goni.
Di situ, Ibu Aya ngejelasin proses pembuatan mulai dari serat, jadi benang, lalu pindah ke alat tenun untuk jadi kain.
Kebanyakan pembelinya justru dari luar Indonesia?
Anehnya, hasil tenun ini justru lebih banyak menarik pembeli-pembeli dari luar Indonesia. Kemungkinan, kata Ibu Aya, karena orang luar negeri nggak bisa dapetin kain tenun tradisional kayak di sini.
Tanpa sadar, we took our own culture for granted.
Andi Djoewarsa, CMO Ninja Xpress berharap, “dengan adanya kolaborasi antara pengrajin tradisional dengan brand lokal dapat membuat kerajinan kain tenun tradisional Indonesia menjadi vokal di negeri sendiri dan dapat semakin mendunia.“
Ini lah yang jadi ‘bahan bakar’ bagi kolaborasi USS Feed, Ninja Xpress, dan berbagai brand lokal untuk bersatu dan bikin anak-anak muda makin cinta sama produk tradisional lewat ‘Lokalisme’.
Nantinya, brand sneakers lokal ‘Saint Barkley’ bakal pakai kain tenun tradisional dari Ridaka di kolaborasi ini. Jadi, stay tuned dan jangan sampai ketinggalan untuk dapetin sneakers-nya!
—
Let’s appreciate our traditional products more!
Baca juga: