Kalau kita perhatiin, pemain serial ‘Friends‘ memang (sangat) didominasi oleh orang kulit putih. Ternyata, ini adalah salah satu yang bikin kreatornya Marta Kauffman dan David Crane ‘menyesal’, lho.
Dalam sebuah interview dengan The Hollywood Reporter setelah ‘Friends: The Reunion‘ tayang perdana, kedua kreator itu menyayangkan kurangnya keberagaman dalam sitkom tersebut.
Kritk yang menyerang sitkom legendaris itu
‘Friends‘ sejak dulu kerap kali menerima kritik tentang kurangnya keberagaman.
Satu-satunya penampilan pemain dengan kulit berwarna dalam sembilan episodenya (dan ini yang terbanyak) adalah Aisha Tyler. Selain itu, Phill Lewis, yang main jadi bos Chandler cuma hadir dalam tiga episode, dan beberapa detik saja.
Ternyata, gak cuma kreator dan executive producer-nya saja yang menyadari kurangnya keberagaman serial ini. Tahun lalu, David Schwimmer berkata pada Guardian kalau ia sangat mendukung kalau karakternya, Ross berkencan dengan perempuan yang bukan kulit putih.
Memilih pemain kulit putih dalam ‘Friends‘
Kauffman menyatakan dalam wawancara itu, seandainya dulu ia mengetahui apa yang ia ketahui sekarang. Ia menjelaskan apakah pemilihan pemain ‘Friends‘ yang berkulit putih semua itu adalah pilihannya secara sadar.
“Saat itu, tidak ada keputusan sadar. Kami melihat orang-orang dari segala ras, agama, warna. Ini adalah enam orang yang kami pilih. Jadi, ya tidak sadar.” jelasnya.
Selain itu, Kevin Bright selaku executive producer dan sutradara sitkom itu mengakui, kalau serial itu dibuat hari ini, ras dari keenam bintang utamanya akan berbeda.
“Kalau kita buat ‘Friends’ hari ini, tidak, aku tidak membayangkan kalau mereka adalah pemeran kulit putih semua,” pungkas Bright.
Keberagaman bagian dari chemistry
Katanya juga, mereka akan lebih ‘aware‘ atau waspada jika haru membuat serial semacam itu di zaman sekarang. Pasalnya, keberagaman ras adalah sesuatu yang penting dalam membangun chemistry, terutama bagi orang-orang yang membicarakan serial ini.
Marta Kauffmann juga menyatakan kalau mereka selalu menjunjung keberagaman dalam tim mereka. Tapi, ia berpikir, itu masih kurang.
“Sekarang yang bisa aku pikirkan cuma ‘Apa yang bisa aku lakukan? Apa yang bisa aku ubah? Bagaimana aku bisa menjalankan acaraku dengan cara baru?” sesalnya dan berharap bisa melakukan sesuatu untuk hal ini.
—
Baca juga: