Menunggak berbulan-bulan, perawat yang vokal soal insentif nakes kena pecat
Ratusan tenaga kesahatan yang menjadi petugas pada RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet harus mengelus dada lantaran insentif covid-19 nakes tertahan berbulan-bulan, sejak November 2020.
Seorang perawat bernama Fertia Budiman yang berusaha menyuarakan keresahannya ke publik justru bagai berdiri di atas jurang untuknya.
“Aku dapat surat itu tanggal 10 Mei, tapi pencabutan ID Card itu sudah sejak 8 Mei pagi. Aku enggak bisa lagi beraktivitas di RSDC. Tanggal 10 Mei jam 10 pagi aku dipanggil dan dikasih surat pemberhentian tugas,” kata Fentia kepada Tirto.
Fentia adalah satu satu petugas yang udah bertugas pada RSDC Wisma Atlet sejak Maret 2020, atau sejak pertama kali Covid ‘datang’ ke Indonesia dan rumah sakit ini beroperasi.
Ia sendiri mengaku bekerja karena rasa kemanusiaan dan tercatat gak pernah bermasalah dalam kinerjanya. Bahkan, ia juga menjadi salah satu Wakil Ketua Tim Perawat. Oleh karena itu, ia harus bertugas lebih dari satu tahun.
Relawan bukan ajang eksploitasi
Awalnya curhatan ini hanya keresahan dari mulut ke mulu, namun Fentia memilih jalan lain untuk maju mengadvokasi masalah ini ke organisasi Jaringan Nakes Indonesia.
Menurutnya, para nakes yang udah mencurahkan kehidupan mereka selama 24 jam berhak atas insentif. Pemerintah menyatakan hak nakes atas insentif ini melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021.
“Jadi bukan karena kami relawan dan harus rela enggak digaji, itu namanya eksploitasi,” kata Fentia.
Fentia memulai semuanya dengan menyebar Google Form untuk mendata para nakes yang insentifnya nunggak. Menurut data tersebut, setidaknya terdapat 500 tenaga kesehatan yang belum menerima insentif sejak Desember 2020. Bahkan, ada yang tertunggak sejak November 2020.
Temuan ini menjadi bekal untuk menyatakan sikap dan berencana menggelar konferensi pers pada 8 Mei 2020.
Petinggi RSDC menyidang Fentia sebelum menggelar konferensi pers
“Aku sendiri doang, cuma aku sendiri yang sipil. Terus di situ ada TNI, Polri, mereka kelilingi aku,” ungkap Fertia.
Mereka mencecar Fentia dan sempat membentak juga. Koordinator Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19 Wisma Atlet, Letkol Laut M Arif membenarkan kabar ini.
Menurutnya, harusnya segala keberatan gak perlu sampai ke publik, namun sampaikan kepada pihaknya. Arifin pun juga heran dengan kelakuan Fentia dkk yang menuntut insentif. Sejak awal tenaga kesehatan udah mengetahui setatus mereka adalah relawan, bukan pekerja.
Insentif dari pemerintah anggaplah sebuah reward, bukan upah.
“Dia menyamakan dengan UU buruh atau apa, lho kita kan bukan buruh, kita relawan. Bagaimana kejadiannya kalau ada tsunami kemudian relawan datang minta insentif?” kata Arifin.