Sepuluh siswa SD melakukan perusakan makam di TPU Cemoro Kembar, Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Perusakan ini berlangsung dengan memukul nisan sampai patah.
Adanya berita ini memunculkan perbincangan soal intoleransi antar agama. Pasalnya, semua makam yang rusak adalah makam kristiani, sementara anak-anak itu berasal dari sekolah keagamaan sekitar.
Dalam hal ini, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming pun tidak tinggal diam. Rencananya ia bakal menutup sekolah yang muridnya mengacak-acak 12 makam itu.
Isu Intoleransi yang terus terjadi
Masih di daerah yang sama, yaitu Pasar Kliwon, kasus intoleransi semacam ini juga pernah terjadi. Agustus lalu, sekumpulan pemuda menyerang acara yang mereka duga ritual Syiah, ternyata cuma acara pra pernikahan (midodareni).
Kapolresta Solo saat itu, Kombes Ade Safri Simanjuntak juga mengatakan beberapa area dari daerah tersebut memang jadi tempat berkumpulnya kelompok intoleran yang meresahkan masyarakat.
Kali ini, yang bikin miris adalah fakta bahwa kesepuluh pelaku perusakan makam masih di bawah umur. Lurah Mojo, Margono mengungkapkan bahwa kasus ini sudah dibawa ke pihak polisi. Namun, berhubung pelaku masih di bawah umur, penyelesaian kasus terjadi secara kekeluargaan.
“Ya anak-anak itu usianya SD, paling tua usia 12 tahun. Kami tidak akan melanjutkan kasus ini lebih jauh karena pelaku masih anak-anak. Berhubung ada intoleransi di dalam kasus ini, pengrusakan yang mengakibatkan 12 makam dari Nasrani, sekarang sudah masuk ke ranah kepolisian,” ungkap Margono pada VOA.
Gibran: “Perusakan makam ini sudah keterlaluan“
Perlakuan seperti ini bikin Gibran selaku Wali Kota Solo mencak-mencak, hingga berniat menutup sekolah tempat anak-anak itu ‘terdoktrin intoleransi’.
“Yang merusak makam sudah keterlaluan. Apalagi melibatkan anak-anak. Lembaga dan pengasuhnya sudah tidak benar. Segera tutup saja operasionalnya.” ujar Gibran, mengutip Antara.
Gibran juga mengatakan kasus ini akan masuk proses hukum yang berlaku, dan anak-anak itu akan menerima pembinaan. Selain itu, ia juga menduga ada unsur SARA dalam motif perusakan yang mereka lakukan.
Maka, Gibran menegaskan untuk menutup sekolah para pelaku kalau dugaan tersebut berhasil terbukti. Terlebih lagi, lembaga belajar itu tidak punya izin.
—
Menurut kalian, apa solusi yang pantas buat kejadian ini?
Baca juga: