Puncak Covid-19 Indonesia diprediksi terjadi pada Juni 2021. Menurut Menteri Kesehatan, pada periode terebut, kenaikan kasus Covid-19 pasa libur Lebaran diperkirakan mulai terlihat.
“Berdasarkan pengalaman emprisis kita disetiap libur panjang sebelumnya, yaitu libur panjang Nataru, libur panjang Idul Fitri, dan libur panjang lainnya tahun lalu. Biasanya kenaikan itu akan mencapai puncaknya sekitar 5-7 minggu,” tutur Budi Gunadi Sadikin dalam konfrensi pers, Senin (31 Mei) pekan lalu.
Puncak Covid-19 diprediksi pada akhir bulan Juni 2021
Lebih lanjutnya, dirinya menturkan bahwa kenaikan kasus diperkirakan akan sampai puncaknya pada akhir bulan Juni.
Sementara itu, pakar epidemologi Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menyebut puncak Covid-19 justru bisa terjadi mulai awal sampai akhir Juni.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, puncak Covid-19 diiringi dengan lonjakan kasus yang lebih besar. Menurutnya, puncak ini merupakan akumulasi kontribusi kasus Covid-19 imbas dari libur Lebaran, tahun baru, pemilu dan kegiatan padat kerumunan beberapa waktu lalu.
“Sebagian klaster itu mayoritas sudah tidak bisa dideteksi, sehingga pandemi terus memanjang dan menguat,” tutur Dicky seperti melansir Detik.
Keterisian tempat tidur RS Corona di Bandung capai 79,9 persen
Melansir CNNIndonesia, BOR alias Bed Occupancy Ration atau keterisian tempat tidur rawat rumah sakit rujukan di Kota Bandung untuk pasien Covid-19 sudah mencapai 79,9 persen.
“Ini sudah di titik psikologis. Menunjukan bahwa baik fasilitas kesehatan maupun tenaga kesehatannya sebentar lagi collapese,” tutur Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana, Minggu (6 Juni).
Yana mengaku khawatir terjadinya kenaikan tren kasus positif Covid-19 di Kota Bandung pasca lebaran dan libur panjang beberapa waktu lalu.
Apa yang terjadi pada momen puncak?
Menurut Dicky, puncak Covid-19 per harinya akan mencapai 50-100 ribu kasus perhari. Alasannya karena Indonesia berada di level community transmission, yaitu ketika penularan sudah terjadi di level mengkhawatirkan.
“Sayangnya, ini tidak serta-merta kita jamin akan terdeteksi karena minimnya testing. Karena ketika ini pun terdeteksi oleh Indonesia dengan kapasitas testing dan tracing yang lebih rendah, itu artinya kasus di masyarakat tinggi,” pungkasnya.
Dirinya merasa perlunya dilakukan pemantauan kasus yang berfokus dari rumah ke rumah. Sebab, 80 persen kasus terjadi di rumah tangga.
-
Berita Viral Minggu Ini: Mulai dari Polemik Sinetron Hingga KTP untuk Transgender
-
Seorang Pria Temukan Kecoa di Jalan, Bawa ke Rumah Sakit untuk Pertolongan Darurat
-
Di Balik Makeup “Cruella” yang Bergaya Punk dan Nyentrik
—
Ngeri juga kalau sehari 50 ribu sama 100 ribu kasus!