Sekolah tatap muka di Indonesia dimintah WHO dan UNICEF untuk segera dibuka kembali. Organisasi Kesehatan Dunia dan Badan PBB Untuk Anak-Anak mendesak agar Indonesia segera melanjutkan pembelajaran tatap muka di seluruh sekolah tanah air secepat mungkin.
Bahkan di daerah yang tingka Covid-19 masih tinggi. Adapun rekomendasi itu dikeluarkan setelah 18 bulan, sekolah di Indonesia memberlakukan PJJ.
Kendati demikian, mereka mengingatkan bahwa pembukaan sekolah harus dilakukan dengan langkah-langkah untuk meminimalkan virus, seperti penerapan jaga jarak, dan cuci tangan dengan sabun.
“Jadi penting, bahwa ketika membuka sekolah, kami juga mengendalikan penularan di komunitas itu,” tutur Dr Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, sebagaimana dilansir Kompas.com
Dampak penutupan sekolah mengkhawatirkan
Dalam keterangannya, WHO menyampaikan bahwa penutupan sekolah berdampak tidak hanya pada pembelajaran siswa. Melainkan juga pada kesehatan dan kesejahteraan di tahap perkembangan kritis yang dapat menimbulkan efek jangka panjang.
Selain itu, anak yang tidak bersekolah juga berisiko tinggi menghadapi eksplotasi tambahan seperti kekerasan fisik, emosional dan seksual.
Pasalnya dalam beberapa tahun terakhir, WHO dan UNICEF menyoroti peningkatan pernikahan anak, dan kekerasan yang menunjukan angka mengkhawatirkan.
Untuk diketahui, pengadilan agama mencatat kenaikan tiga kali lipat dispensasi perkawina pada 2020, dari 23.126 di tahun sebelumnya menjadi 64.211
Ini prioritas utama pembukaan sekolah tatap muka di Indonesia
Sementara itu, Debora Comini selaku perwakilan UNICEF menjelaskan sekolah bagi anak lebih dari ruang kelas. Di sana mereka mendapat pembelajaran, persahabatan, keamanan dan lingkungan yang sehat.
Ia menilai bahwa semakin lama tidak bersekolah, anak-anak akan kehilangan hal tersebut.
“Ketika pembatasan Covid-19 dilonggarkan, kita memprioritaskan pembukaan kembali sekolah yang aman sehingga jutaan siswa tidak menderita kerusakan seumur hidup pada pembelajaraan dan potensi mereka,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan bawah saat pembukaan dilakukan. maka sekolah harus memberikan respon pemulihan yang tepat untuk meminimalkan dampak penutupan sekolah di kehidupan anak yang terjadi selama ini.
Adapun UNICEF menyerukan tiga priortas utama yang wajib dilakukan sekolah terkait pemulihan ;
- Program yang ditargetkan untuk membawa semua anak dan remaja kembali ke sekolah dengan aman di mana mereka dapat mengakses layanan untuk memenuhi pembelajaran individu, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lainnya
- Membuat rencana penyegaran kembali pembelajaran atau remedial untuk membantu siswa mengejar pembelajaran yang hilang sambil tetap melanjutkan materi akademik baru.
- Dukungan bagi guru untuk mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.
Banyak siswa kesulitan saat sekolah daring
UNICEF juga menyoroti fakta bahwa pada masa pembelajaraan jarak jauh (PJJ), banyak siswa yang menghadapi kendala dalam pendidikan mereka.
Sebagaimana dipaparkan dalam sebuah survei yang dilakukan pada kuarta 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten, diketahui bahwa lebih dari setengah (57,3 persen) terkendala internet.
Sementara itu sekitar seperempat orang tua mengaku mereka kekurangan waktu dan kapasitas untuk mendukung anak dalam PJJ.
Fakta mengejutkan lainnya, tiga dari empat mengaku ketinggalan pembelajaraan.