Melihat situasi pandemi di Indonesia setelah diterpa setahun covid-19

Setahun covid-19 tak terasa telah berlalu.

Dimulai sejak kasus pertama pada tanggal 17 November lalu, virus tersebut memicu pandemi dan berdampak secara global hingga hari ini. Tak hanya menimbulkan korban jiwa, sejumlah sektor lain seperti ekonomi, hiburan dan pendidikan juga ikut kena imbasnya.

Lantas bagaimana situasi indonesia, setelah diterpa setahun covid-19?


Setahun covid-19, jumlah kasus di Indonesia tembus angka 500 ribu

Senin (23/11/2020) lalu, jumlah kasus akumulatif covid-19 di Indonesia telah melewati angka 500.000 dengan jumlah kematian menembus 16.000 kasus. Kasus tersebut tersebar di 34 provinsi dan 505 kabupaten/kota di Indonesia.

Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, jumlah itu “berhasil” dicapai berkat kendala testing dan tracing yang sejak awal pandemi belum dapat dituntaskan.

Testing dan tracing ini masih jadi masalah, masih belum memadai,” katanya, dilansir dari Kompas.

Ini adalah fenomena gunung es yang terus bertambah dengan pola eksponensial,” lanjutnya.

Baca juga: Event Urban Sneaker Society 2020, Online atau Offline? Apa Saja Bedanya?

Sentuh 4 ribu kasus dalam waktu semalam

Bulan September lalu, jumlah kasus covid-19 di Indonesia mengalami penambahan yang cukup pesat.

Berdasarkan grafik pada laman https://covid19.go.id/peta-sebaran, kasus covid-19 menembus angka 4.000 kasus pertama kali pada 19 September yakni 4.168 kasus, kemudian sempat turun keesokan harinya 3.989 kasus.

Sejak itu, jumlah kasus di Indonesia memecahkan rekor secara berturut-turut. Mulai dari 23 September (4.465 kasus), 24 September (4.634) dan 25 September (4.823).

BAPE Rilis Kantung Khusus untuk Simpan Masker Wajah - USS Feed

Baca juga: Sudah Kerja Keras tapi Dipandang Sebelah Mata? Tenang Lo Nggak Sendiri

PSBB transisi Jakarta diperpanjang (lagi)

Merespon jumlah kasus covid-19 yang belum menurun, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi mulai dari 23 November-6 Desember 2020.

Sayangnya, rencana tersebut ditanggapi skeptis dari Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Windhu Purnomo. Berkaca pada penerapan PSBB yang sebelumnya, ia menilai bahwa PSBB transisi tidak berlaku dengan maksimal.

Kalau saya bilang abal-abal, karena pergerakan terus terjadi, orang keluar-masuk Jakarta, kerumunan di mana-mana,” kata Windhu dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin (23/11).

Windhu pun menyoal penanganan Pemprov DKI Jakarta terhadap kerumunan simpatisan FPI sebagai contoh kasusnya.

Kesalahannya kemarin ketika ada kerumunan luar biasa besar masif dan justru bobol malah difasilitasi. Itu kesalahan besar padahal DKI sudah bagus, selama ini penanganannya terbagus, tapi rusak gara-gara yang kemarin itu,” ujar Windhu.

Baca juga: Uang Ditemukan di Saluran Irigasi, Jumlahnya Hingga Puluhan Juta!

Libur nasional dipangkas

Tak jauh berbeda dengan penerapan kembali PSBB transisi di DKI Jakarta, Presiden Jokowi pun meminta pemangkasan libur panjang natal dan tahun baru. Hal tersebut diungkapkan oleh Mentri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.

Berkaitan dengan masalah libur cuti bersama akhir tahun, termasuk libur pengganti cuti bersama Hari Raya Idul Fitri, Bapak Presiden berikan arahan supaya ada pengurangan,” tuturnya di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (23 November).

Liburan dan cuti bersama memicu mobilitas penduduk lebih besar, padahal mobilitas tinggi dan berkerumun sangat berisiko terhadap tingginya potensi penularan Covid-19 dan berpotensi banyak pelanggaran protokol kesehatan 3M,” tuturnya seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (17/11/2020).

Baca juga: Black Panther 2 Libatkan Rihanna Sebagai Pemeran Utama?

Sekolah diizinkan beroperasi, picu kontroversi

Nadiem Makarim mengungkapkah bahwa kegiatan bersekolah tatap muka siap dibuka mulai bulan Januari 2021.

Meski begitu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa ia hanya memperbolehkan, bukan mewajibkan. Pemerintah daerah, Kantor Wilayah dan orang tua melalui komite sekolah-lah yang punya wewenang untuk menentukan apakah sekolah dibuka atau tidak.

Namun rencana tersebut direspon negatif oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Banyak sekolah dianggap belum siap secara protokol kesehatan dalam penerapan kembali pembelajaran tatap muka.

Kritik juga datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Mereka menyoal tentang penggunaan zonasi sebagai tolak ukur pembukaan sekolah.

FSGI menilai, banyak sekolah yang melanggar ketentuan pembukaan sekolah akan tetapi bebas dari sanksi.

Semoga covid-19 bisa mereda di akhir tahun ini ya! Amin!