Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran menilai siaran lamaran Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah tidak mendidik
Lamaran Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah yang ditayangkan di televisi selama sekitar 4 jam menuai kontroversi.
Hal ini bermula dari kritik dan protes dari Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP).
Mereka menilai acara tersebut tidak bermanfaat dan melanggar undang-undang penyiaran.
Baca juga: Avatar Salip Avengers Sebagai Film Terlaris di Dunia (Lagi)
Lamaran Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah melanggar undang-undang penyiaran?
Kekecewaan tersebut pun disampaikan pada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dalam empat poin.
- Pertama, KNRP menilai KPI menunggu secara pasif tayangan itu disiarkan dan baru akan memberikan penilaian. Padahal jelas-jelas isi siaran melanggar hak-hak masyarakat untuk mendapatkan tayangan yang lebih berkualitas.
- Kedua, KPI dianggap tak bertindak sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 11 yang menyatakan bahwa “Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik” dan Standar Program Siaran Pasal 13 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “Program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik.”
- Ketiga, KPI dianggap abai terhadap kritik masyarakat yang sudah bersirkulasi di media sosial. Alih-alih, KPI justru menunggu aduan secara pasif lewat saluran pengaduan resmi KPI.
- Keempat, KNRP mengaku akan mengawasi kinerja komisioner KPI secara sungguh-sungguh dalam melaksanakan kewenangannya.
Baca juga: Dewa Kipas Diblokir Dari Chess.com Karena Alasan Ini
Tindakan KPI
KPI pun telah melayangkan surat panggilan kepada RCTI sebagai stasiun TV yang menyiarkan acara tersebut.
Melalui surat itu, KPI meminta penjelasan dari pihak RCTI terkait tayangan langsung pernikahan Atta-Aurel pada Senin (15/3/2021) pekan depan.
Wakil Katua KPI Mulyo Hadi Purnomo menyatakan, pihaknya telah memberikan tiga sanksi kepada stasiun TV terkait.
“Kalau ditanya kenapa masih muncul, ya tanyanya ke sana (stasiun TV), karena sanksi yang bisa diberikan oleh UU dan P3-SPS itu sanksi administratif,” ujarnya, dikutip dari Kompas. “Jadi kalau kita mau bertindak lebih jauh dari itu ya enggak mungkin, karena UU dan aturannya begitu.”
“Kami harap masyarakat boikot saja tayangan-tayangan seperti itu. Kalau masyarakat kemudian memboikot itu semua dan tidak mau nonton, ratingnya akan anjlok, besok-besok mungkin tidak akan ada itu lagi.”