Tarian Lengger Maut, kisah teror pada sebuah desa

Film thriller horor Indonesia besutan rumah produksi Visinema, Tarian Lengger Maut tayang di bioskop tepat hari ini.

Yongki Ongestu, sang sutradara, mengungkap alasan mendasarnya mengangkat Tarian Lengger Maut menjadi sebuah film adalah memperkenalkan budaya bangsa Indonesia. Ia ingin memperkenalkan keberagaman budaya Indonesia kepada seluruh anak muda.

“Stigma tarian ini kan banyak yang negatif, kita coba yang angle yang berbeda. Gimana bawa budaya supaya anak muda mau nonton, makanya genre-nya thriller,” kata Yongki, melansir dari Kompas.

Selain itu, Yongki juga menyebut alasannya menggandeng Refal Hady dan Della Dartyan menjadi bintang film ini. Sebagai sutradara, ia bersama produser merasa Refal bisa memerankan karakter ini.

Ia juga melibatkan Della Dartyan yang namanya mulai terkenal lewat peran ‘Arini si ratu ghosting’ Indonesia.

Sinopsis Tarian Lengger Maut

Warga Desa Pagelaras geger karena kasus pembunuhan yang semakin marak pada tempat tinggal mereka. Para pejalan kaki menemukan mayat tanpa jantung pada sejumlah lokasi yang berbeda.

Beberapa hari berselang warga menyadari meningkatnya laporan kasus orang hilang pada desa ini, pihak kepolisian gak kunjung mengidentifikasi pelaku.

Semua teror ini bermula sejak dokter muda bernama Jati AryaPermana (Refal Hady) datang ke Desa Pagelaras.

Meski belum terlihat jelas kaitanya dengan dokter muda ini, sejumlah orang mulai merasakan kejanggalan sejak kehadiran dokter muda ini ke desa mereka.

Hingga suatu hari, Jati berkenalan dengan seorang penari Lengger bernama Sukma (Della Dartyan) yang membuatnya terpikat oleh parasnya.

Parasnya yang ayu dan kelihaiannya dalam menari membuat sang dokter semakin jatuh cinta. Namun, satu hal menjadi alasan utama dokter ini jatuh hati, Jati menyukai detak jantung sukma yang terdengar merdu baginya.

Hal ini semakin mendorongnya untuk mendekati penari berparas ayu ini.

Namun, apakah ia memiliki kaitan dengan kasus pembunuhan pada Desa Pagelaras?

Tempat yang spooky dan treatment khusus selama proses produksi

Selama proses pembuatan film, Yongki mengatakan ada keterlibatan dengan seniman dan anak kreatif lokal dari Banyumas. Apalagi tari tradisional Indonesia ini merupakan kesenian asli Banyumas.

“70 persen ada anak kreatif lokal dan sebagian pemain lokal Banyumas,” kata Yongki.

Refal Hady juga banyak bercerita selama proses syuting, pasalnya tempatnya ia akui cukup spooky. Syutingnya berlokasi di bawah kaki gunung Slamet.

“Tempatnya spooky sih, kita kan syuting di bawah kaki gunung Slamet dan itu pagi-pagi. Mungkin ada beberapa part yang lokasi gue sebenarnya dilarang tapi kita dapet izin, ya kita harus sering banyak baca-baca, terus minta izin ataupun menghormati daerah situ,” ungkap Refal dalam perbincangan dengan detikcom.

Gak cuma itu, banyak juga ‘treatment khusus’ yang ia lakukan selama proses syuting. Refal Hady pun sempat ketakutan memainkan karakter dalam film ini.

Ia sempat mengalami stres pas memerankan dokter Jati, pasalnya ia sempat harus beradegan membedah jantung hewan yang membuatnya geli.