‘Saya tidak tahan lagi dengan ‘tingkah’ laku suami, kami telah ‘sepakat untuk bercerai’

Begitulah salah satu keterangan yang gua baca dari Bloomberg. Sebut saja Wu, seorang ibu rumah tangga berusia 30 tahun yang tinggal di sebelah selatan dari provinsi Guandong, China.

Selama 2 bulan penuh, dia dan sang suami menghabiskan waktu sehari-hari bersama di rumah dalam rangka ‘isolasi’, sama seperti sebagian besar warga yang daerahnya terkena wabah COVID-19.

Wu dan suami hampir setiap hari terlibat ‘pertengkaran‘, mulai dari soal ‘keuangan‘, pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Salah satu alasan paling utama adalah Wu sangat kesal dengan kebiasaan suaminya yang suka mengajak main anak mereka di saat waktu tidur anak-anak tiba.

‘Dia adalah ‘biang kerok‘ di rumah ini!’, dan lanjutannya adalah kalimat pembuka di atas.

Baca di sini : NIKI dan Isyana Sarasvati Jadi Selebriti Asal Indonesia yang Masuk Dalam Daftar ‘Forbes 30 under 30’ 2020!

Peningkatan 25% Pasca ‘Lockdown’

China sendiri merilis angka ‘perceraian’ yang terjadi. Menariknya, beberapa media justru melaporkan kalau kota-kota yang mulai menjalankan ‘lockdown‘ menunjukan indikasi peningkatan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Tren yang kurang baik tersebut bisa jadi sebuah ‘peringatan‘ untuk pasangan yang ada di Amerika, ataupun di mana saja yang saat ini juga sedang melakukan hal serupa.

Steve Li, sebagai salah satu pengacara ‘perceraian’ basis Shangai yang bekerja di Gentle & Trust Law firm juga menjelaskan kalau kasus yang dirinya tangani mengalami lonjakan sebesar 25% terutama semenjak pemberlakuan ‘lockdown‘ sejak pertengahan Maret kemarin.

Laporan lain yang tidak kalah mengagetkan datang dari Xian yang merupakan salah satu kota besar di China dan juga Dazhou (salah satu kota di provinsi Sichuan). Keduanya juga dilaporkan mengalami lonjakan pengajuan perceraian sejak awal Maret.

Hal tersebut membuat para pekerja pemeritahan kualahan, bahkan di Milu, Hunan, para pekerja tidak sempat untuk minum karena begitu banyaknya jumlah antrian. ‘Para pekerja ‘keteteran‘ karena jumlahnya melebihi batas.’ begitu dilansir dari websit resmi pemerintahan.

Angka percerarian di China terus meningkat sejak tahun 20023 silam. Lebih dari 1,3 juta pasangan bercerai di tahun itu, dan angka tersebut terus meningkat secara berkala selama hampir 15 tahun. Puncaknya di tahun 2018, seperti dilansir dari Ministry Civil Affairs, ada 4,5 juta pasangan yang bercerai, dan tahun lalu ada 4,15 juta angka perceraian.

Baca di sini : Produsen Alkohol Johnnie Walker dan Smirnoff Sumbang 8 Juta Botol Sanitizer!

Alasan Utama ‘Perceraian’, Kenapa ‘Lockdown’ Menjadi Pemicu

Pernah dengar isitlah ‘jauh dimata dekat di hati?, Salah satu lagu yang dinyayikan oleh RAN (Rayi, Asta Nino).

Mungkin saja intensitas bertemu yang terlalu sering malah mengubahnya menjadi ‘dekat di mata, jauh di hati‘. Bisa saja, selama waktu kurang lebih 2-3 minggu, pasangan suami-istri berada dalam 1 atap dan hanya dipisahkan jaraknya oleh ruangan.

Mulai dari bangun tidur, tidak ada ‘pemisah’ antara keduanya. Sang istri dengan mudah ‘memantau’ setiap gerak gerik sang suami, dan begitu pula sebaliknya. Mereka yang biasanya memiliki ‘me time‘, justru kehilangan hal tersebut, Steve Li menjelaskan bahwa setiap orang butuh ‘space‘, bukan hanya pasangan suami istri, melainkan semua orang.

Menurut Yi Xiaoyan, direktur di kantor ‘registrasi‘ menjelaskan ‘Hal sepele di dalam kehidupan rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menjadi sebab perceraian, buruknya komunikasi antar pasangan juga menjadi alasan lain setiap suami/istri merasa kecewa terhadap pasangan masing-masing dan pada akhirnya memutuskan untuk bercerai.’

Faktor lainnya adalah kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Feng Yuan, co-founder dari Equality mengatakan bahwa ada peningkatan laporan terhadap hal tersebut. ‘Lockdown meningkatkan kemungkinan KDRT, sayangnya aparat keamaan di saat yang bersamaan sibuk mengurus lockdown, sehingga tidak memiliki waktu untuk me-respon laporan para wanita yang mengalami KDRT dan tidak bisa keluar dari rumah’ begitu tuturnya.

Baca di sini : Bosan di Rumah, Saatnya Lakukan Hal Ini!*Part 1*

How to Save Marriage / Staying ‘Sane’ During ‘Lockdown’ ?

Meskipun banyak yang bercerai, namun tidak semua pasangan melewati hal yang sama. Sebut saja Rachel Smith, seorang Canadian artist yang ada di Hongkong justru bersyukur ketika dirinya harus ‘home quarantine‘.

Home quarantine dan social distancing justru mengingatkan aku pada alasan-alasan kenapa aku begitu mencintai orang yang aku nikahi.’, begitu tuturnya. Dirinya bertemu dengan sang suami 21 tahun yang lalu, dan selama ini masing-masing dari mereka sibuk mengejar karir dan jarang memiliki waktu untuk berduaan.

Sekarang saat mereka work from home, mereka bisa memiliki lebih banyak waktu untuk bisa saling ‘memantau’ dan berbicara lebih rutin. ‘Ternyata aku menikmati masa-masa ini, sungguh sebuah kejutan.’, tutup Rachel

Rachel dan suami, adalah salah satu pasangan yang berhasil melalui masa ‘lockdown‘ dengan baik. Kuncinya ada pada apa yang dikatakannya, yaitu ‘mengingatkan pada alasan kenapa begitu mencintai orang tersebut‘.

Source : Bloomberg

As for me, when i was reading the source and writing this for you, i’ve been staying home with my parents, wife and little sister. Sometimes there are things that i disliked about them, but the i remember all the good things they have done for me.

There were days i felt mad about them, and it’s normal but the key of relationship that i’ve been applying is a good communication and always telling the truth. 

Sometimes the truth hurts, but it’s also the ‘medicine’ of a good relationship. Enjoy this ‘stay home’ period, love them while they are still with you.

Baca di sini : Nikah Online, Solusi Ditengah Wabah Covid-19!