Normalisasi KDRT dalam ceramah seorang ustazah jadi viral

Isu Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) belakangan ini ramai jadi perbincangan, usai viral ceramah yang diduga berisi normalisasi hal miris tersebut.

Dalam ceramahnya, Oki Setiana Dewi menceritakan kisah tentang sepasang suami istri di Jeddah yang sedang bertengkar. Kemudian, si suami secara sadar memukul wajah istrinya hingga istrinya menangis.

Di tengah situasi itu, orang tua sang istri datang. Namun, sang istri tak menceritakan apa yang baru saja terjadi saat ditanya mengapa matanya sembab dan menangis.

Pada akhir cerita, Oki menceritakan bahwa sang suami jadi ‘makin sayang’, karena ‘aib’-nya ditutupi.

Selain itu, Oki juga sempat menyebut bahwa perempuan biasanya terbawa emosi dan suka melebih-lebihkan cerita.

Viral Ceramah Diduga Romantisasi KDRT, hingga Komnas Perempuan Angkat Suara
via Tenor

Kecaman dari Komnas Perempuan

Ceramah yang viral itu mendatangkan sangat banyak kritik dan kecaman, salah satunya dari Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan menyesalkan ceramah yang berisi anjuran untuk tidak menceritakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan terhadap istri yang dialami perempuan kepada orang tuanya,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah.

Melansir Detik, ada tiga poin dari ceramah tersebut yang Komnas Perempuan soroti:

Dari ceramah itu, ada tiga poin, yaitu pertama tidak masalah suami memukul istri. Kedua, istri tidak boleh menceritakan kekerasan yang ia alami karena merupakan aib rumah tangga. Dan ketiga, tidak mempercayai korban dan menilai dilebih-lebihkan,” lanjutnya.

Menurutnya, Oki sebagai penceramah seharusnya bisa menyampaikan tafsir keagamaan yang berpihak pada perempuan. Pasalnya, kekerasan dalam bentuk apapun tak bisa kita benarkan.

Viral Ceramah Diduga Romantisasi KDRT, hingga Komnas Perempuan Angkat Suara
via Tenor

Apa yang harus dilakukan saat ada KDRT?

Ada sejumlah langkah yang harus segera diambil saat ada korban KDRT.

Langkah pertama, Korban harus segera meninggalkan rumah pelaku.

Keluar dari rumah terlebih dahulu, bisa ke tetangga atau ketua RT/RW atau lembaga layanan karena dalam UU PKDRT masyarakat harus memberikan perlindungan korban KDRT yang meminta bantuan,” jelasnya.

Selain itu, korban diminta mencari bantuan dari teman atau keluarga yang bisa ia percaya. Selanjutnya, sebisa mungkin korban mengakses lembaga layanan untuk membantu proses pemulihan psikis dan membantu korban dalam proses penyelesaian yang ia alami.

KDRT bukan aib, bukan juga hal romantis

Embel-embel ‘menutup aib suami’ dan mendapat rasa sayang yang lebih sebagai ‘reward‘-nya dari ceramah yang viral itu seakan meromantisasi penderitaan perempuan.

Selama ini, pendapat yang mewajarkan perempuan merasa sakit dalam rumah tangga masih menjamur di masyarakat. Stigma yang terlanjur mengakar inilah yang membuat sedikitnya korban KDRT enggan untuk speak-up.

Seakan-akan, mereka bakal mengumbar aib keluarga mereka sendiri, Seakan itu adalah hal buruk untuk dilakukan.

Padahal, menceritakan KDRT bukanlah membuka aib, melainkan upaya untuk memutus rantai kekerasan dalam rumah tangga.

Thoughts? Let us know!

Baca juga: