Setelah 15 bulan 9 hari, Israel dan Hamas (kelompok militan Palestina yang menguasai jalur Gaza) akhirnya sama-sama menyetujui kesepakatan gencatan senjata.
Setelah 15 bulan 9 hari, Israel dan Hamas sepakati gencatan senjata secara permanen
Gencatan senjata yang sudah lama dinantikan oleh banyak pihak ini tentunya dapat menghentikan kejahatan genosida yang dilakukan Israel ke Palestina, yang oleh sebagian pihak dianggap dan disebut sebagai “perang”.
Kesepakatan ini akan menjadi keputusan paling dramatis setelah berbulan-bulan banyak kejahatan tidak manusiawi yang terjadi di antara kedua negara tersebut.
“Hari ini, setelah berbulan-bulan usaha diplomasi yang intensif oleh Amerika Serikat, bersama dengan Mesir dan Qatar, Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan gencatan senjata dan penyanderaan,” kata Presiden AS Joe Biden yang mengklaim bahwa AS benar-benar melakukan upaya diplomasi intensif terkait serangan militer yang terjadi selama berbulan-bulan, dalam pernyataan tertulisnya di Amerika, yang dilansir CBS News Kamis, 16 Januari 2025 WIB.
Janji manis AS untuk warga Palestina
Dalam pernyataan resmi tertulisnya, tidak hanya kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera, Joe Biden turut menyebut bahwa pihaknya akan “menyalurkan bantuan kemanusiaan” untuk warga sipil Palestina.
“Kesepakatan ini akan menghentikan pertempuran di Gaza, menyalurkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan bagi warga sipil Palestina, dan menyatukan kembali para sandera dengan keluarga mereka setelah lebih dari 15 bulan ditawan,” ujar Biden.
Serangan udara masih dilancarkan Israel, kapan kesepakatan ini mulai berlaku?
Gedung Putih mengatakan jika kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina ini rencananya akan mulai berlaku pada Minggu, 19 Januari 2025 mendatang.
Per Rabu, 15 Januari 2025 waktu setempat, kesepakatan gencatan senjata belum terlihat efektif diberlakukan, CBS News melaporkan jika serangan udara Israel masih terus berlanjut di Kota Gaza dan Khan Younis setelah berita breaking news tersebut disiarkan di media berbagai negara.
Namun pada prinsipnya, pejabat Arab, AS, dan Israel mengatakan jika draf kesepakatan tersebut telah disetujui pada awal minggu ini.
Dilakukan secara bertahap?
Kesepakatan tersebut menetapkan cara kerja yang bertahap untuk gencatan senjata dan pertukaran sandera yang masih ditahan oleh Hamas dengan sejumlah besar tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Kesepakatan tersebut juga mencakup akses untuk bantuan kemanusiaan yang akan dikirimkan ke Gaza dan kemungkinan warga Palestina di Gaza untuk kembali ke daerah yang mereka tinggalkan.
Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina terdiri dari 3 fase
Kesepakatan gencatan senjata antara Palestina dan Israel tersebut mencakup tiga fase atau tahapan:
- Fase pertama akan mencakup pembebasan 33 sandera Israel, termasuk semua wanita, anak-anak, dan pria berusia di atas 50 tahun. Berdasarkan laporan dari NewsNation, sumber resmi mengatakan tidak semua sandera Amerika diharapkan akan dibebaskan selama tahap ini. Warga Palestina rencananya bisa kembali ke rumah mereka selama fase pertama ini.
- Fase kedua akan dimulai pada hari ke-16 dari tahap pertama. Tahap ini rencananya akan mencakup pembebasan semua sandera yang tersisa, gencatan senjata permanen, dan perginya Israel sepenuhnya dari Gaza, Palestina. Fase ini diprediksi sebagai waktu kemuncculan konflik terkait masalah keamanan dan siapa yang akan memerintah Gaza ke depannya.
- Fase ketiga, yang merupakan tahap terakhir diperkirakan akan adanya proses pemulangan jenazah sandera yang telah meninggal, serta dimulainya proses pembangunan kembali Palestina.
Amnesty International: gencatan senjata sudah sangat terlambat
Menanggapi berita gencatan senjata antara Israel dan kelompok militan di Palestina, Hamas, Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard, mengatakan jika kesepakatan ini membawa sedikit kelegaan bagi warga Palestina namun ini sudah sangat terlambat.
“Berita bahwa kesepakatan gencatan senjata telah dicapai akan membawa sedikit kelegaan bagi warga Palestina yang menjadi korban genosida Israel. Namun, hal itu sudah sangat terlambat,” kata Agnès Callamard dalam pernyataan resminya yang disiarkan Amnesty Internasional, Kamis, 16 Januari 2025.
Agnès mengatakan jika penderitaan tak berujung yang telah terjadi selama berbulan-bulan tersebut tidak akan mengakhiri mimpi buruk warga Palestina.
“Lebih dari 15 bulan pemboman yang menghancurkan tanpa henti, yang membuat mereka mengungsi dari rumah sendiri berulang kali, dan berjuang untuk bertahan hidup di tenda-tenda darurat tanpa makanan, air, hingga persediaan dasar, mimpi buruk tidak akan berakhir bahkan jika bom berhenti,” tegasnya.
Let uss know your thoughts!