Kebiasaan Cebok
Mungkin cara cebok adalah hal yang terlalu sepele buat jadi perdebatan. Lucunya, hal ini ternyata lumayan ngaruh karena cebok adalah sebuah kebiasaan.
Bayangin aja, sepertinya nggak mungkin kalau kamu ganti gaya cebok kamu setiap hari. Ini jadi zona nyaman sebuah kelompok dengan kebiasaan yang sama. Kalau nemu sesuatu yang berbeda, pasti lumayan gagap juga.
Hal ini bukan masalah ketika nggak ada orang yang bepergian dari suatu tempat ke tempat lain, toh nggak ada yang membandingkan juga.
Lain cerita kalau di zaman sekarang yang notabene udah nggak ada barrier lagi untuk mengunjungi segala macam tempat di belahan dunia.Transportasi sudah banyak, ke negara terjauh pun pasti bisa ditempuh pesawat.
Apalagi dengan banyaknya acara yang sifatnya global kayak Piala Dunia yang lagi berlangsung, konferensi-konferensi pemerintahan dan acara internasional lainnya.
Orang dari berbagai latar belakang ngumpul. Semuanya bawa kebiasaan dan budaya masing-masing. Masalahnya, toilet pasti sesuai preferensi tuan rumah.
Been using the toilet bum shower thing in qatar for a month…I am absolutely horrified we only use toilet paper in the Uk/Europe. This is the best thing ever man.
— VUJ (@DavidVujanic) December 14, 2022
Cebok: Pakai Air atau Tisu?
Dilansir dari Buzzfeed, secara garis besar orang-orang di Eropa, Amerika Serikat dan Asia Timur pakai tisu buat cebok. Sedangkan orang di Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Eropa Selatan lebih biasa pakai air.
Alesan simple-nya sebenernya soal iklim. Di daerah-daerah yang dingin, cebok pake air itu sama aja kayak nyari perkara. Kalau suhu di bawah 0 derajat celcius, siapa juga yang berani nekat.
Di zaman dulu, belom ada teknologi water heater yang bisa ngangetin dengan instan. Jangankan air anget, mungkin akses ke air bersih juga susah di beberapa daerah yang disebut sebelumnya.
Selain itu, berhubung orang AS kebanyakan adopsi dari Inggris, ada kisah menarik yang bikin pandangan soal bidet agak buruk. Katanya, orang Inggris udah tau teknologi bidet di abad 18 tapi karena teknologi ini dipakai di rumah bordil dan daerah lokalisasi di Paris, mereka mengurungkan niatnya buat pake.
Lama-kelamaan, meski akses air dan teknologi water heating udah ada sekarang, orang-orang udah telanjur kebiasaan.
Pertanyaannya adalah, memang zaman dulu udah ada tisu?
im using this to clean my bum. who's with me? pic.twitter.com/cvH7oWoX31
— Syifaq (@farobiruslan94) December 14, 2022
Sejarah Tisu Toilet
Penggunaan tisu toilet itu pertama kali terrekam sejarah antara abad 6-8 di Tiongkok. Di daerah lain, buat orang-orang yang berkecukupan bisa pake wol, kain, dan sejenisnya.
Sedangkan buat rakyat pada umumnya, mereka pake daun kering, daun jagung, ranting, batu, bahkan tangannya sendiri.
Di Amerika Serikat, tisu toilet baru dikemas dan diperjualbelikan sejak tahun 1857. Sebelumnya, warga AS pakai kertas sobekan dari Katalog Sears dan Almanak Farmer yang mulai beredar sekitar tahun 1818.
Barulah di tahun 1935 tisu toilet berbentuk yang kita kenal sekarang. Lewat berbagai riset dan peningkatan kualitas, tisu yang dulunya lumayan kasar jadi lebih lembut dan aman buat area sensitif kita.
the struggle is real @richbrian pic.twitter.com/3GKdnULPgH
— leng (@dloggerz) December 12, 2022
Cebok Mana yang Lebih Aman?
Nggak bisa dimungkiri kalau air itu lebih higienis daripada tisu. Dari jurnal Butt: To Wipe or Not To Wipe dijelasin kalau keduanya punya pro dan kontranya masing-masing.
Penggunaan tisu bakal menyisakan residu, potensi infeksi, dan meninggalkan bau. Sedangkan kalau pake air, penggunaan berlebihan dianggap buang-buang air dan kalau nggak dikeringkan bisa bikin lembab dan infeksi.
Jalan tengahnya, cara yang paling aman adalah dengan cebok pakai air kemudian dikeringin pake tisu.
My brother, this is a staple in every Muslim household if toilet bum shower thing is not on the menu pic.twitter.com/6P7dgY9tw3
— Medley H (@HamzaMedley) December 14, 2022
—
-
Curving Lebih Serem dari Ghosting?
-
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berhak Jatuh Cinta
-
Malin Kundang dan Warisan Budaya Ngebangkang sama Orang Tua