Kenyataannya nggak secantik itu
Pernah dengar yang namanya akun kampus cantik? Akun-akun ini sempat menjamur di jagat media sosial beberapa waktu belakangan.
Dengan bawa-bawa nama lembaga kampus, oknum-oknum di balik deretan akun ini menyajikan foto mahasiswi yang dianggap ‘cantik’ – oleh entah siapa yang bikin standarnya.
Secara sekilas, beberapa orang menganggap eksistensi platform semacam ini fine-fine aja, dan jadi hiburan belaka. Tapi di sisi lain, nggak sedikit juga yang menganggap ini memalukan dan bermasalah.
Pasalnya, ada nilai problematik yang muncul dari keberadaannya. Sering dikabarkan, foto-foto mahasiswi ini ‘dicolong’ tanpa izin orang yang bersangkutan. Lebih parahnya, para oknum bisa dapat profit dari akun tersebut.
Akun kampus cantik mengglorifikasi eksploitasi
Kampus seharusnya jadi tempat aman bagi siapa pun, termasuk perempuan. Tapi sayangnya, nama universitas seakan ternodai oleh adanya eksploitasi terselubung oleh segelintir orang yang tak bertanggung jawab.
Beberapa waktu lalu, Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol Universitas Gadjah Mada pun mengangkat isu ini.
“Kalau kita merefleksikan diri, ini kan sebenarnya produk digitalisasi di mana ada sebuah kekuatan raksasa, ratusan ribu jumlah pengikut, dan sistem eksistensinya seolah-olah menempatkan perempuan seperti barang interior yang berada di etalase, dipajang dan dikonsumsi secara bersama-sama,” ujar Maulidya Indah Mefa Saputri sebagai pembicara utama, melansir laman Fisipol UGM.
Gimana nggak bermasalah, kalau foto-foto curian ini dijadikan sapi perah dalam ladang profit akun kampus cantik tersebut?
Melanggar privasi dan data pribadi
Fenomena yang terjadi sejak beberapa tahun ke belakang ini ternyata sudah sempat jadi topik pembahasan beberapa penelitian tentang privasi dan perlindungan data pribadi.
Dalam General Data Protection Regulation (GDPR), ruang lingkup data pribadi mencakup nama, nomor identitas, data lokasi, online identifier, atau lebih spesifik terkait fisik, physiological, genetik, mental, ekonomi, budaya atau sosial seseorang.
Salah satu penelitian menunjukkan, lebih dari setengah mahasiswi yang fotonya dicolong untuk akun kampus cantik ini merasa terganggu privasinya. Belum lagi, kalau ada komentar-komentar dungu yang mengobjektifikasi mereka.
Padahal, perlindungan hak privasi di Indonesia sudah ada sejak dulu, diatur dalam Pasal 28 G UUD 1945.
Sementara itu, UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronk (UU ITE) pun seharusnya melindungi isu penyebaran data pribadi.
Seharusnya, pemilik akun-akun semacam ini bisa lebih memikirkan dampak yang timbul dari kelakuan mereka. Gimanapun, izin dan persetujuan orang yang bersangkutan adalah asas saat seseorang mau menyebarluaskan data orang lain.
What are your thoughts? Let us know!