Lebih dari 50 persen anak muda punya double job atau lebih
Mungkin kalian nggak asing sama temen-temen di sekitar yang punya double job, triple job, bahkan lebih.
Selain itu, ada juga yang kerja dengan working hours yang panjang setiap harinya. Bahkan, ada riset yang menunjukkan kalau 1 dari 4 Gen Z nggak enak untuk istirahat makan siang, karena ngerasa harus terus-terusan bekerja.
Mulai dari kebutuhan finansial hingga rasa mau menguasai berbagai keahlian jadi faktor yang bikin anak-anak muda sekarang berani mengambil lebih dari satu pekerjaan.
Apakah ini berarti anak-anak muda sekarang adalah sekumpulan workaholic dengan segala hustle culture-nya?
Anak muda dan hustle culture untuk “survive”
Berbagai studi nunjukkin kalau anak-anak muda, khususnya Gen Z dan Milenial muda itu bergelut di fenomena gila kerja.
Salah satunya, artikel berjudul “Here’s What You Need to Know About Gen Z” oleh Mack Gelber yang mengatakan kalau 58 persen pekerja Gen Z rela kerja dengan working hours yang tinggi, bahkan di akhir pekan demi gaji yang lebih besar.
Ngomongin soal gila kerja, kita mungkin bakal mikir apa sebabnya, apakah passion? Atau demi uang?
Studi dari Fakultas Psikologi Universitas Pancasila meneliti tentang gimana para Gen Z memandang pekerjaan. Dalam hal ini, salah satu hal yang paling memotivasi mereka untuk bekerja adalah finansial.
Tapi soal punya double job atau lebih, ternyata kebanyakan anak muda punya motivasi untuk bisa menguasai keahlian yang berbeda dan mau mengembangkan passion.
Hal yang kita temui biasanya saat seseorang punya satu pekerjaan full-time, tapi juga punya usaha sampingan sesuai hobinya. Fenomena kayak gini lumrah terjadi, apalagi di kawasan Ibu Kota.
Soal gaji, hampir separuh dari anak muda sekarang (terutama mereka yang berasal dari ekonomi menengah) merasa bayaran dari pekerjaan utama mereka tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Makanya, mereka perlu bergulat dalam hustle culture untuk mendapat penghidupan yang “layak”. Kondisi lah yang mengharuskan mereka untuk mencari sumber penghasilan lain.
Terus, gimana kesimpulannya?
Sekilas, adanya ambisi dan motivasi buat kerja keras memang bikin para pekerja dari generasi kelihatan cemerlang.
Full-time di satu perusahaan, freelance sana sini, magang di tempat lain, belum lagi kalau masih harus ikut kelas kuliah, tentunya bikin pengalaman makin banyak.
Sayangnya, hustle culture juga punya dampak tersendiri.
Menurut data dari World Health Organization, 745 ribu orang meninggal setiap tahunnya gara-gara jam kerja yang terlalu panjang.
Negara-negara di Eropa, seperti Jerman, Belanda, dan Norwegia jadi negara dengan working hours yang terendah di dunia. Riset pun membuktikan ini berdampak baik bagi produktifitas dan kebahagiaan para pekerjanya.
Setelah kita bahas faktor-faktornya tadi, artinya budaya gila kerja bisa di-tackle dengan adanya kesadaran diri sendiri kapan kita harus ngerasa cukup.
Tapi, fakta bahwa banyak yang ngerasa perlu punya double job dan hustle cuma untuk bisa “survive” dan memenuhi kebutuhan pokok, berarti mesti ada perbaikan dari sistemnya.
How do you usually take a break from work? Let us know!