Artificial Intelligence (AI)
Singkatnya, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah sebuah teknologi replikasi dan simulasi proses kecerdasan manusia oleh mesin, terutama sistem komputer.
Sepertinya kini semua developer sedang bersaing buat bikin dan promosiin kecanggihan AI yang mereka buat. Hype seputar AI juga semakin cepat menyebar lewat adanya produk dan layanan yang menggunakan AI.
Buat cara kerjanya, AI butuh hardware dan software khusus untuk menulis dan melatih algoritma machine learning atau pembelajaran mesin. Lewat machine learning ini, AI nyerap data dalam jumlah besar dari kumpulan data berupa tabel yang udah dipersiapkan. Di titik pengembangan ini, campur tangan manusia sebagai pembuatnya sangatlah besar.
AI ini kemudian bakal analisis data untuk korelasi dan pola, dan menggunakan pola ini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa mendatang. Dengan begini, chatbot yang diberi contoh obrolan teks dapat belajar menghasilkan pertukaran yang nyata dengan orang-orang, atau alat pengenalan gambar dapat belajar mengidentifikasi dan mendeskripsikan objek dalam gambar dengan meninjau jutaan contoh.
Generative AI, yang Lagi Rame Baru-Baru Ini
Beberapa waktu belakangan, becandaan “pengin jadi anime” mulai sering kita denger di internet. Mungkin memang udah sebuah pakem di mana perkataan adalah doa. Nggak lama dari populernya becandaan itu, muncullah AI yang bisa nunjukkin gimana kamu dalam versi anime dengan modal foto doang.
Prosesnya cukup gampang, kamu bisa pake filter di TikTok atau mengunjungi situs web si pembuat AI yang waktu itu sempet seliweran di timeline Twitter.
Nggak ada proses yang rumit, cukup upload foto. Kamu bakal disuruh nunggu beberapa saat ketika prosesnya loading, tapi ini pun sebenernya nggak makan waktu lama, cuma beberapa detik tergantung sama kecepatan internet yang kamu punya. Voila, sekarang kamu udah bisa lihat gimana kamu versi anime.
Masalahnya, dengan masifnya pemberitaan dan penggunaan AI kemarin, ternyata isu soal Generative AI ini jadi panjang.
Generative AI sendiri adalah jenis AI yang bisa belajar lewat machine learning yang disebut sebelumnya. Bedanya sama AI biasa adalah, Generative AI bisa buat outout dalam bentuk teks, gambar, dll setelah belajar. Contohnya ya yang baru aja dibahas.
Yang bikin makin ribet adalah, serangkaian masalah juga ikut jadi rame. Dilansir dari Wired, ada kasus di mana si AI ini punya kecenderungan buat sexualize foto yang diunggah.
Contohnya, buat cowok, tiba-tiba semuanya digambarin dengan punya perut yang kotak-kotak. Sedangkan buat cewek, gambarnya jadi semakin vulgar bahkan ada yang berganti pose dan terlihat menggoda. Parahnya lagi, kasus ini juga terjadi ketika yang diunggah ini foto anak-anak.
Apa masalahnya berhenti di sana? Nggak.
🤍 spill meme andalan kalian yg jadi anime pic.twitter.com/3oUVr7259d
— convomfs (@convomfs) December 2, 2022
AI dan Robot Bakal Jadi Hal Lumrah di 2025
Dilansir dari majalah Forbes dalam artikel yang berjudul the Rise of Artficial Intelligence: Will Robots Replace People? diperkirakan kalau manusia bakal hidup berdampingan dengan robot dan AI di tahun 2025.
Bakal ada perubahan yang signifikan buat sektor-sektor bisnis tertentu seperti sektor keuangan, kesehatan, layanan pelanggan, dan juga logistik. Ini adalah sektor-sektor yang diprediksi bakal jauh berkembang lewat AI. Hal ini bikin polemik baru soal akankah AI gantiin manusia di pekerjaan formal.
Dari survey yang dilakukan oleh Pew Research soal kemungkinan manusia tergantikan di ranah blue dan white collar job, sekitar 48% setuju kalau manusia nggak punya peran lagi. Sedangkan 52% lainnya percaya kalau adanya AI bakal bantu ngembangin bisnis dan memungkinkan jenis-jenis kerjaan baru buat muncul.
Tapi, karena belakangan ini muncul generative AI yang bisa bikin lukisan, gambar, dan tulisan, mulai muncul pertanyaan baru. Apakah pekerja kreatif juga bisa tergantikan?
Dulu mikirnya pekerjaan pertama yang disingkirkan AI adalah akuntan, ternyata adalah copywriter dan ilustrator.
Who would've thought?
— Tirta (@romeogadungan) December 7, 2022
AI VS Pekerja Kreatif
Sama kayak perdebatan pekerja blue dan white collar job, pekerja kreatif pun suaranya terbagi. Ada yang percaya kalau AI bisa bantu pekerjaan lebih efisien dan eksplor kemungkinan baru. Ada juga yang percaya sentuhan manusia bakal tergantikan.
Dilansir dari Venturebeat, kekacauan ini, kalau nggak ditangani dengan serius bisa jadi sesuatu yang disebut humanitarian crisis. Tapi, dikatakan juga kalau AI ini nggak punya consciousness. Dengan kata lain, AI nggak punya kesadaran atau bahkan nurani kayak manusia.
Kalau mesti bersaing dan diperbandingkan, kayaknya untuk saat ini belum tepat juga. AI memang bekerja dengan lebih efisien tapi untuk generative AI sampai saat ini belum bisa produce sesuatu yang orisinil—masih sekadar alat.
Ai untuk tulisan masih membutuhkan keyword atau kerangka, untuk gambar masih membutuhkan materi untuk di-convert atau imajinasi manusia dalam menentukan penggunaan brush dan garis.
AI dan Manusia Sebaiknya Bekerja Sama
Dilansir dari Harvard Business Review dalam artikel How Humans and AI Are Working Together in 1,500 Companies ditemukan banyak perusahaan yang telah menggunakan AI untuk proses otomasi. Temuannya adalah, perusahaan yang sepenuhnya menggantikan manusia cuma bakal melihat peningkatan produktivitas jangka pendek.
Dalam penelitian yang melibatkan 1.500 perusahaan itu, ditemukan juga kalau perusahaan mencapai peningkatan kinerja paling signifikan saat manusia dan mesin bekerja sama melalui kecerdasan kolaboratif—di mana manusia dan AI secara aktif melengkapi satu sama lain.
Kepemimpinan, kerja tim, kreativitas, dan keterampilan sosial itu sudah pasti kemampuan manusia dan sangat manusiawi. Sedangkan kecepatan, skalabilitas, dan kemampuan kuantitatif adalah kelebihan AI.
Apa yang dialami manusia kayak bercanda bisa jadi rumit buat mesin, dan apa yang mudah bagi mesin kayak analisis ber-gigabyte data hampir nggak mungkin buat manusia. Bisnis membutuhkan kedua jenis kemampuan tersebut buat tetap berjalan.
—