Warga China kabarnya sedang memboikot brand-brand seperti H&M, Nike, Adidas, dan beberapa merek ritel dari negara barat lainnya. Hal ini terjadi karena warga merasa marah atas adanya isu kerja paksa warga Uighur yang mereka duga terjadi di pabrik kapas Provinsi Xinjiang.

Brand-brand besar ini mendapati diri mereka jadi bulan-bulanan warga Tiongkok di media sosial selama beberapa waktu terakhir. ‘Badai api’ di sosmed ini tetap terjadi walaupun pihak merek-merek ritel besar tersebut sempat menyatakan keprihatinan mereka beberapa bulan lalu atas tuduhan kerja paksa.

Marahnya netizen China atas isu kerja paksa

H&M Boycott in China
via Reuters

Isu mengenai kerja paksa di China ini membuat para netizen marah. Melansir CNN, kabar ini muncul terutama dari media sosial Weibo belakangan ini.

Pakaian H&M adalah pakaian usang. Mereka tidak pantas mendapatkan kapas Xinjiang,” tulis salah satu netizen di Weibo Kamis, 25 Maret.

Tak hanya netizen, salah satu media nasional di sana juga menyebut merek-merek ritel ini sejatinya mendapatkan untung besar di China, tapi justru menyerang negara dengan kebohongan.

Kapas Xinjiang berwarna putih dan tanpa cacat. Mereka mendapatkan keuntungan besar di China, tetapi menyerang negara dengan kebohongan pada saat yang sama,” tulis media lokal Tiongkok People’s Daily.

Kritik berat datang dari netizen, artis, hingga e-commerce

Kesuksesan Alibaba 'Menggarap' Para Jomblo Lewat Singles Day - Tirto.ID

Maraknya isu ini di media sosial membuat hashtag #ISupportXinjiangCotton jadi trending dan membangkitkan kesadaran banyak orang.

Bahkan, Brand Ambassador Tiongkok H&M sejak bulan April tahun lalu Huang Xuan, secara publik menyatakan bahwa ia tidak lagi bekerja dengan perusahan itu.

Selain itu, boikot juga datang dari aktor Wang Yibo yang memutus kerja samanya dengan brand Nike. Ia juga menentang keras pernyataan yang mencoreng nama China.

Adanya boikot peritel ‘barat’ ini tentunya memengaruhi e-commerce dari negeri tersebut. Sejumlah e-commerce negeri tirai bambu itu, seperti Alibaba dan JD kabarnya turut menghapus produk mereka dari marketplace.

Keprihatinan para brand ritel atas isu kerja paksa

Xinjiang cotton sparks concern over 'forced labour' claims
via Getty

Beberapa waktu lalu, pihak manajemen H&M sempat mengungkapkan keprihatinannya terhadap isu mengenaskan ini. Dalam pernyataannya, mereka mengaku selalu menggunakan standar tinggi dan transparansi dalam rantai pasok globalnya.

Ini tidak mewakili posisi politik apapun. Grup H&M selalu menghormati konsumen China. Kami berkomitmen untuk investasi dan pembangunan jangka panjang di China,” ungkap manajemen H&M, mengutip CNN.

Selain itu, Nike juga sempat membuat pernyataan serupa yang berkata bahwa mereka tidak menggunakan tekstil maupun benang pintal dari wilayah Xinjiang.

Tidak hanya dari barat, komentar soal kerja paksa terhadap rakyat Uighur ini ternyata juga datang dari pemerintahan mereka.

Baca juga: