Artikel ini dibuat oleh Adystra Bimo, penggiat olahraga berlari yang juga berkarir sebagai Co-founder Athletica Company & Runhood Magazine, founder Running Rage and One Track Mind

Sebagai penggiat olahraga lari, susah buat gue untuk tidak bias, tapi menurut gue, berlari itu dasar dari semua olahraga. Ini satu-satunya olahraga yang enggak butuh alat apa-apa, dan juga enggak harus ada orang lain buat ngelakuinnya. Pastinya punya sepatu lari yang bagus dan teman lari bareng yang se-level itu ideal, tapi tetep bisa kok lari tanpa itu semua. Yang lo butuh cuma jalanan, kaki lo, dan kemampuan buat ngangkat satu kaki melaju terus ke kaki yang lain.

I think that that’s what makes running so difficult yet so beautiful.

Gue baru mulai mendalami lari beberapa tahun lalu, tahun 2010 tepatnya. gue inget satu kali sehabis lari gue merenung aktivitas lari yang baru gue lakuin. 

  • Lari ngasih gue banyak makna – hidup cuma singkat, lo harus sayangin banget badan lo untuk bisa berkarya lebih lama, maupun memaknai pencapaian hidup lo. 
  • Lari ngasih gue kejelasan – what you give is what you get.
  • Lari ngasih a sense of purpose – dengan menginspirasi banyak orang lagi untuk bersama hidup sehat.

Pas pertama kali mulai lari, gue langsung sadar kalau ini sesuatu aktivitas yang susah banget. Rasanya kayak gue capek fisik paling parah yang pernah gue rasain. Awalnya, gue belum terbiasa sama tingkat capek kayak gini, dan juga belum siap sama beban mental yang dateng bersamaan. Tapi hal ini juga yang jadi alasan gue buat terus show up. Gue penasaran. 

Gue penasaran dengan betapa susahnya mencari perasaan jatuh cinta dengan lari itu, dan lebih khususnya, sama perasaan menang yang gue dapetin setelahnya.

Menang dari berbagai alasan yang gue buat sendiri.

Menang dari orang lain yang terkurung rasa malasnya sendiri.

Di tulisan ini, gue akan share beberapa hal yang gue pelajari dari lebih dari 1 dekade berlari. Dan menariknya, banyak hal yang gue pelajari sangat bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Berlari membentuk pondasi keseimbangan antara suffering and happiness

Entah kenapa, untuk alasan apa pun, kita, manusia, merasa sangat nyaman terhadap diri kita sendiri ketika kita berhasil ngelewatin hal-hal yang sulit. Dan menurut gue, itulah salah satu alasan utama kenapa kita lari. Kita berlari untuk ngerasain semacam pencapaian.

Ini adalah bentuk ekspresi diri. Dan cara gue melihatnya adalah bahwa jika mayoritas populasi dapat memiliki suatu aktivitas yang dapat mereka lakukan secara konsisten, dan benar-benar ngerasa lebih baik karenanya, maka dunia akan menjadi tempat yang sedikit lebih damai. Orang-orang ga gampang marah satu sama lain. Orang-orang menjadi lebih sabar ketika ada kesalahan, karena mereka dapat melepaskannya melalui keseimbangan antara suffering and happiness

Itu juga kenapa gue lebih suka lari di pagi hari. Untuk memastikan gue ngehabisin sisa hari dengan pikiran yang jernih, siap menghadapi masalah apa pun yang mungkin bakal ada di hari itu. Ini adalah upaya untuk mengatasi masalah pribadi dan real world problem. Ketika ada begitu banyak mental challenge dalam situasi stres apa pun yang mungkin kita alami, rasa sakit saat lari akan selalu mengimbanginya.

  1. Lari itu terukur: lo akan tuai benih yang lo sebar

Lari itu terukur dan jelas. Kalo lo mau jadi pelari yang lebih baik, lo mesti konsisten. Terus muncul, hari demi hari. Cuma itu yang dibutuhkan, tapi itu juga yang paling susah soal berlari. Lari itu sangat individual dan personal. Ini bukan jenis olahraga di mana lo bisa ‘beruntung’ dalam sebuah pertandingan dan kebetulan cetak gol setelah menerima umpan bagus. Enggak ada keberuntungan dalam lari. Semua itu terukur. Hasilnya bisa diliat dari seberapa efektif lo udah berlatih.

Buat gue, alasan gue buat terus lari simpel banget, dan jelas banget buat gue. Ada rasa penasaran di dalam diri gue yang terus ngingetin tentang kemungkinan potensi terbesar yang bisa gue capai kalau gue terus mengasah pola hidup sehat ini. Awalnya pertanyaan ‘sejauh mana gue bisa push badan gue?’ selalu ada di belakang pikiran gue. Seiring dengan bertambahnya usia, metric gue ga melulu tentang waktu dan jarak, melainkan bagaimana aktivitas lari yang gue lakuin hari ini bisa membawa gue hidup lebih panjang lagi. I use running for longevity.

  1. Berlari sebagai bentuk meditasi, menciptakan keheningan di situasi yang berisik

Gue pernah ngerasain obsesi buat olahraga lain, kayak baseball softball yang, di tahun-tahun sebelumnya, tapi beda dengan apa yang gue rasain sama lari. 

Lari ngasih gue keheningan yang gue perluin ketika dunia di sekitar gue jadi sangat berisik. 

Lari ngasih gue waktu yang gue butuh buat diri sendiri, buat pikiran gue, buat ide-ide gue yang kadang datang berbarengan, dan bahkan ngebiarin gue mengenal diri gue sendiri lebih baik – terutama saat long run hari Minggu. Gue berharap bisa mendeskripsikan perasaan ini lebih jelas, tapi susah buat ngejelasinnya ke orang yang belum pernah ngerasainnya.

  1. Berlari memperlihatkan seberapa besar potensi diri kita sesungguhnya

Enggak ada yang peduli apakah lo datang atau enggak, apakah lo lari cepat atau lambat, apakah hari lo lagi bagus atau lagi apes. Enggak ada yang peduli gimana perasaan lo pada hari itu. Tapi sekali lagi, that’s what makes running beautiful. Bahwa lo benar-benar ngelakuin untuk diri lo sendiri. Kadang ini kayak sebuah test  tentang seberapa pengen lo ngedapetin apa yang lo bisa dan apa yang lo mau, dan seberapa jauh lo bisa keluar dari zona nyaman.

Ini olahraga yang bikin lo rendah hati. Lari ngajarin gue tentang betapa banyak raga manusia  yang sebenernya sangat besar potensinya, dan betapa sedikit kita mencoba memaksimalkannya karena barrier yang kita ciptakan sendiri; malas, takut, menunda-nunda, dll. 

Lari ngajarin gue cara ngelawan itu semua. Ketika tubuh atau pikiran lo bilang untuk berhenti atau menunda latihan, tapi akhirnya lo bisa ngelewatin itu.. Percaya gue, Itu salah satu perasaan terbaik di dunia.

Adystra Bimo - Berlari Adystra Bimo - Berlari

  1. Lari adalah bentuk rasa syukur terhadap kesehatan yang kita punya

Lari mengajarkan gue untuk menghargai semua hal kecil yang paling penting buat badan kita berfungsi maksimal. Seperti tidur lebih awal dan durasi tidur yang cukup. Seperti melihat sinar matahari pagi, dan menyaksikan matahari perlahan terbit saat kita berlari. Bahkan udara, dan oksigen yang kita hirup terasa berbeda di pagi-pagi buta. Ini memungkinkan gue untuk lebih menghargai kesehatan, bersyukur atas apa yang dilakukan tubuh gue untuk gue, dan apa yang mampu dilakukannya.

  1. Berari mengajarkan kita untuk menghargai sebuah proses

Kita selalu berusaha untuk berlari lebih cepat, tapi kenyataannya, lari lebih effort terukur yang bisa bikin kita konsisten lari. Karena dengan lari lebih santai, nafas lebih terkontrol, ini yang mempercepat recovery kita setelah lari sehingga kita bisa lari lebih sering lagi. Beda ketika kita selalu push badan kita setiap hari, pasti fisik dan mental ada batasnya.

Lari lebih lambat, tenang, dan terkontrol mengingatkan lo untuk menghargai langkah-langkah di sepanjang jalan, merasakan jalanan yang lo hentak dengan kaki di bawah lo, dan benar-benar merasakan momen yang terjadi saat itu. 

Gue doyan baca, dan lari itu kayak baca buku. Satu-satunya jalan keluar untuk selesaiin adalah dengan melalui semua prosesnya. Saat lo sedang ngelakuin, lo harus merasakan kayak baca tiap halaman. Setiap langkah dan setiap momen yang lo lewatin pas lari memungkinkan lo untuk menghargai waktu lebih banyak, karena setiap detik penting. Ketika kita lari selama satu jam, waktu terasa seperti berjalan lebih lambat daripada jika lo scrolling social media. Rasanya seolah-olah hidup lo berhenti sejenak selama satu jam atau lebih, sebelum kembali ke kenyataan. Terkadang, jeda itu semua yang lo butuhkan untuk melanjutkan semua hal lain yang terjadi dalam hidup lo ketika semuanya terasa terlalu cepat.

  1. Lari memperkenalkan pentingnya punya support system

Komunitas lari di dunia berjamuran, masing-masing dengan keunikan identitasnya sendiri. Gue sendiri menjadi bagian dari komunitas lari di Jakarta bernama Running Rage. Gue bisa bilang, tergabung dengan sebuah komunitas adalah salah satu pengalaman sosial paling membuka wawasan.

Lari memberikan lo kesempatan untuk bertemu orang-orang dari berbagai background sosial, dan tetap bisa connect satu sama lain melalui olahraga ini. Karena pas lo lari, ga peduli status sosial lo apa, background lo kayak gimana, semuanya ngerasain sakit yang sama.

Itulah persahabatan yang selama ini gue jalin lewat lari yang mungkin menjadi persahabatan paling sehat yang pernah gue miliki. Tidak ada tekanan untuk mengharapkan apa pun dari satu sama lain; lo tetap kenal orang itu on the surface level tetapi tahu bahwa gak apa apa untuk bersikap seperti itu, dan terkadang itulah yang lo butuhkan. 

Itulah percakapan yang lo lakukan saat lari bareng-barang tentang hal-hal paling random yang mengajarkan lo lebih banyak tentang hidup dan value manusia. Banyak guyonan dalam hati yang lo bangun bareng teman lo yang melalui perjuangan bersama pas lari. Buat gue ini adalah perasaan yang indah; ketika lo melakukan latihan bareng, susah bareng, bikin apa yang impossible itu jadi lebih mudah karena kita ga ngelakuin sendirian. Perasaan ketika lo tahu bahwa orang-orang ini adalah satu-satunya orang yang akan mendorong lo maju dan ngerti penderitaan lo.

Lari mendorong lo keluar dari zona nyaman dalam banyak aspek yang berbeda. Jika lo adalah seseorang yang pemalu dan tertutup (seperti gue), lari memaksa lo untuk bertemu orang baru dan melakukan conversation. Sering banget gue bertemu orang baru dalam lari pas melakukan warming- bersama-sama, dan belajar kenal satu sama lain hanya dalam 15 menit. Itu selalu menjadi ice breaker yang paling menarik. 

Gue belum pernah merasa lebih dihargai, lebih termotivasi, dan lebih ngerasa dipahami daripada dengan komunitas lari gue. Gue merasakan itu untuk pertama kalinya ketika gue punya race dan komunitas gue cheering untuk gue dan pelari lainnya dengan sekuat tenaga. Gue pun juga melakukan hal yang sama untuk mereka. What you give is what you take.

Pas ngomongin race strategy misalnya, kami brainstome tentang hal-hal yang perlu diperbaikin dalam latihan dan race execution. Menurut gue komunitas seperti inilah yang sangat positif, terus mencoba mendorong satu sama lain untuk menjadi lebih baik. 

  1. Lari mengasah kedisiplinan dan pentingnya untuk pilah-pilih prioritas

Lari adalah jenis olahraga di mana ga peduli seberapa bagusnya lo, lo tetap tidak akan puas. Lo terus-menerus memperbaiki diri. Kita dibuat jadi sadar tentang masih banyak ‘orang-orang hebat’ diluar sana, dan betapa sedikitnya pencapaian kita dibandingkan dengan mereka. 

Orang-orang hebat tadi punya kesamaan, mereka disiplin dengan waktu mereka.

Setelah melakukan kedisiplinan itu begitu sering, disiplin itu menjadi bagian dari rutinitas kita. Menjadi bagian dalam hidup kita. Lari bukan sekedar gaya-gayaan. Ini perjuangan hari demi hari.

 

  1. Berlari nggak selalu tentang lari.

Gue jadi sadar, di awal-awal gue lari, betapa cukup jam tidur yang gue dapetin per malam mempengaruhi lari gue. Ini ide yang sederhana banget. Jam tidur cukup dan nyenyak setiap hari, maka lari besoknya bakal enak banget.

Tapi kadang-kadang, gue merasa sulit banget untuk konsisten dengan sleeping pattern kayak gini. Ketika gue coba pertahanin jam tidur yang baik untuk jangka waktu yang lama, seperti beberapa bulan, gue tahu bahwa itulah saat gue merasa paling baik, tapi itu juga saat gue mengorbankan begitu banyak.

Itu adalah periode konsisten tidur jam 21:30 malam di mana gue harus mencoba tidak memprioritaskan hang-out malam-malam. Tapi itulah harga yang harus dibayar dengan berkomitmen pada olahraga ini. Minum lebih banyak air daripada yang lo biasa lakuin. Tanggung jawab untuk terus mengingatkan diri lo agar tetap terhidrasi dengan baik, yang merupakan aspek penting banget buat olahraga berlari. Recovery juga sama pentingnya. Bahkan recovery is part of the training. Ini tentang mengistirahatkan kaki lo dan mengingatkan diri lo untuk melakukan stretching, cooling down, dan foam roll. Dan ketika lo gak melakukan itu, jangan ngeluh kenapa lo sakit atau cedera.

Sesederhana itu.

  1. Ferrari ga mungkin pake bensin murah

Semakin gue sering lari, semakin gue sadar pentingnya belajar tentang nutrisi. Jenis makanan apa yang bikin gue merasa paling baik, berapa jam sebelum latihan, berapa jam sebelum tidur? Gue belajar tentang pentingnya detail-detail kecil ini dan pengaruhnya terhadap performa gue. Gue mulai pilah-pilih makanan gue sendiri, untuk mengurangi makanan yang dulu gue suka (yes, ramen, croissants, dan makanan tinggi tepung lainnya), beralih ke makan makanan rumahan yang sederhana dan less processed. Dan memasak untuk diri gue sendiri pada dasarnya menjadi bentuk self-love.

Ibaratnya badan lo mobil Ferrari, ga mungkin kan dikasih bensin murahan. Gue merasa perlu merawat diri gue dengan baik dan membuat makanan yang enak, bergizi, dan mengenyangkan untuk tidak hanya enak dinikmatinnya tetapi juga merasa gue bisa kasih performa terbaik saat berlatih. Dan meskipun kadang-kadang sulit untuk mengorbankan dine-out, gue tahu itu sepadan. 

Itu datang dengan semua responsibility untuk menyadari kesehatan secara holistik. Dan ini juga tentang betapa peduli kita pada diri kita sendiri, karena lari itu sendiri gak cukup. Yang penting adalah holistic approach terhadap kesehatan. Yaitu memiliki kesadaran diri dan menjaga mental & physical wellness lewat olahraga, nutrisi, manajemen stress, dan recovery.

  1. Disiplin yang berlebihan ga akan bikin habit lari sustainable.

Menjadi disiplin bukan berarti kita harus sepenuhnya say NO dengan kenikmatan dalam hidup. Gue suka martabak. Gue suka ramen. Tapi apakah gue bisa makan itu tiap hari?

Gue mencoba menciptakan keseimbangan dan kontrol penuh atas hari-hari di mana gue bisa membiarkan diri gue menikmati kesenangan ini, dan hari-hari di mana gue gak bisa. Kontrol diri ini yang diperlukan untuk menciptakan gaya hidup yang lebih baik. 

Untuk menghindari fatigue dan burn-out, kita harus istirahat. Dan itu tidak hanya berlaku untuk lari, tetapi untuk semua yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ada garis tipis antara istirahat dan berhenti sepenuhnya. Di situlah disiplin dan kontrol berperan. Gue bilang sama diri gue sendiri bahwa jika semua yang perlu gue lakukan adalah tidur dengan baik, makan dengan baik, tetap terhidrasi dengan baik, recovery dengan baik, maka gue akan melakukannya; karena Gue tau kalo mau ngerasahin hal-hal yang inginkan dalam jangka waktu panjang, gue harus punya fisik prima dalam jangka waktu yag panjang juga.

  1. Journey lari ga akan terus seindah ending sebuah film

Berlari ga melulu kayak film yang ending-nya selalu indah. Lari memang bisa mengecewakan lo kadang-kadang. Ketika lo latihan sepanjang tahun, membuat strategi yang lo kira pasti jitu, itu aja masih bisa mengecewakan lo. Itu bisa bikin demotivasi, mengecilkan hati, dan sangat sulit untuk dihadapi secara mental. Makanya ini pentingnya kedewasaan untuk menciptakan ekspektasi.

Lama kelaman, lo akan juga melatih kedewasaan menerima kenyataan ini. Justru pencapaian dibawah ekspektasi ini yang membuat gue lebih kuat. Setiap kali race gue tidak berjalan seperti yang gue inginkan, gue bilang sama diri gue sendiri bahwa itulah alasan gue untuk terus penasaran mencoba approach baru dan melakukan yang lebih baik pada lomba berikutnya. Lari memberi gue perspektif baru untuk tidak pernah takut mencoba sesuatu yang baru. Untuk bersikap baik dan puas dengan apa pun yang terjadi selama gue bekerja keras. Gue tahu bahwa itu semua adalah bagian dari perjalanan, dan bahwa semuanya memang akan membuahkan hasil pada akhirnya.

Baca juga: