Memperingati Hari Kesadaran Tsunami Sedunia pada 5 November
Sudah sejak lama Indonesia berhadapan dengan bencana gempa dan tsunami. Bahkan pada 2004, salah satu wilayah di Indonesia, yakni Aceh, pernah merasakan gempa berkekuatan 9,3 SR yang menimbulkan tsunami dan menewaskan hingga 170 ribu jiwa.
Nggak cuma itu, per 2023, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat ada 10.789 kali gempa Bumi terjadi di Indonesia, dengan 219 kali bermagnitudo di atas 5,0. Melihat situasi ini, gimana cara pemerintah melaksanakan mitigasi gempa dan tsunami di Indonesia?
Sumber: Kemendikbud & Antara
Keberadaan Sistem InaTEWS
Indonesia saat ini memiliki sistem InaTEWS* yang berfungsi untuk mendeteksi terjadinya gempa bumi dan memberikan peringatan dini tsunami secara lebih cepat dan akurat.
Sensor InaTEWS sendiri ditempatkan di wilayah darat maupun laut dan bertujuan untuk segera menyebarluaskan informasi gempa bumi dan tsunami di seluruh Indonesia.
*Indonesia Tsunami Early Warning System
Sumber: Antara
Distribusi Peringatan Tsunami Kurang Dari 3 Menit
BMKG menyampaikan kalau penyebaran informasi terkait tsunami kepada masyarakat luas dilakukan dalam waktu kurang dari 3 menit setelah gempa pertama terdeteksi.
Distribusi informasinya pun dilakukan lewat berbagai medium, mulai dari pesan singkat (SMS), jaringan radio, internet, media sosial, dan televisi digital.
Sumber: Antara
Simulasi Evakuasi Gempa dan Tsunami di Sekolah Minimal 1 Tahun Sekali
Nggak hanya itu, BMKG juga merekomendasikan agar sekolah di Indonesia melakukan simulasi evakuasi gempa dan tsunami minimal 1 tahun sekali.
Tujuannya, agar anak-anak bisa lebih cepat dan tepat jika seandainya bencana benar-benar terjadi, mengingat anak masuk dalam kelompok rentan, terlebih jika terjadi bencana.
Sumber: Antara
Soal Peta Batimetri
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berpendapat kalau Peta Batimetri bisa membantu Indonesia untuk mengumpulkan berbagai data yang dibutuhkan dalam memprediksi terjadinya tsunami. Batimetri sendiri diartikan sebagai pengukuran dan pemetaan topografi dasar laut.
Di sisi lain, Peta Batimetri telah diterapkan di Jepang, contohnya ketika negara itu memprediksi tsunami pada 11 Maret 2011, di mana mereka bisa langsung mengidentifikasi penyebab tsunami dan melihat pergerakan dengan membandingkannya dengan data awal yang dimiliki.
Sumber: Antara
What are your thoughts? Let us know!
(Courtesy of Freepik)