Kemenkes ungkap babak baru lewat temuan saat proses investigasi kasus bullying di PPDS

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap babak baru lewat temuan saat proses investigasi kasus bunuh diri dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Fakultas Kedokeran (FK) Program Studi (Prodi) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Saat ini Kemenkes sedang dalam proses investigasi kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari yang diduga disebabkan oleh tindakan bullying (perundungan) dari para seniornya.

Almarhumah dipalak hingga Rp40 juta per bulan demi memenuhi kebutuhan non-akademik para senior!

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara dari Kemenkes, korban ternyata sering dipalak oleh “oknum-oknum” seniornya.

Terungkap jika uang yang dipalak oleh senior-senior tersebut jumlahnya tidak main-main, yakni hingga Rp20-Rp40 juta.

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyampaikan jumlah tersebut dikeluarkan oleh almarhumah setiap bulan hanya untuk “kasih makan ego” para seniornya yang berupa kebutuhan di luar akademik selama PPDS.

“Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 hingga Rp40 juta per bulan,” kata Syahril dalam keterangannya di Jakarta dilansir dari Antara, Senin, 2 September 2024.

Korban ditugaskan jadi bendahara yang tampung uang palakan dari sesama junior

Hal tersebut seakan menjawab sejumlah pengakuan yang sempat ramai dibagikan oleh sejumlah warganet di platform X (Twitter) beberapa waktu lalu terkait isu pemalakan dengan jumlah uang fantastis.

Syahril mengatakan jika berdasarkan kesaksian, pemalakan tersebut berlangsung dari awal korban menempuh PPDS di semester 1 atau sekitar Juli-November 2022 lalu.

Tak hanya menjadi korban pemalakan, para pelaku bahkan menunjuk almarhumah dr. Aulia Risma Lestari sebagai bendahara yang ditugaskan untuk menerima pungutan dari rekan-rekan seangkatannya (sesama junior) di PPDS.

Diduga jadi pemicu almarhumah dr Aulia menderita dan tertekan selama PPDS di RSUP Dr Kariadi

Seluruh uang yang berhasil dipalak dari para junior tersebut digunakan untuk kebutuhan di luar akademik para seniornya.

Beberapa kebutuhan seperti membayar penulis freelance untuk pembuatan naskah akademik milik senior, menggaji Office Boy (OB), dan masih banyak lagi kebutuhan pribadi para senior yang wajib dibebankan kepada junior.

Jubir Kemenkes juga mengatakan hal ini diduga menjadi pemicu terbesar korban mengalami penderitaan dan tertekan selama menjalani PPDS di RSUP Dr Kariadi Semarang.

“Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu,” ungkap Syahril.

Pemalakan sendiri termasuk ke dalam jenis-jenis bullying. Para korban tak hanya berisiko mengalami kerugian materi tapi juga luka fisik dan mental akibat tindakan intimidasi dari para pelaku perundungan.

Kemenkes perintahkan pemberhentian sementara Dekan FK Undip selama proses investigasi

Dalam proses penyelidikan ini, Kemenkes mengeluarkan perintah untuk menghentikan aktivitas klinis dari Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko sementara waktu.

Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Surat Kemenkes Nomor TK.02.0/D/44137/2024 yang Wisnu terima pada 30 Agustus 2024.

“Ditangguhkan sementara. Nanti setelah selesai bisa bergabung lagi,” ujarnya.


Let uss know your thoughts!