Kutipan novel “Cantik Itu Luka” oleh Eka Kurniawan muncul di trending topic
Ada kekeosan di Twitter malam tadi (6/10) yang bawa-bawa nama sastrawan terkenal Indonesia, Eka Kurniawan dengan karyanya “Cantik Itu Luka“.
Semua ini berawal dari cuplikan video talkshow TV dengan seorang pekerja seks komersial.
“Apa sih yang membuat Ayu masih bertahan di profesi Ayu yang sekarang?” tanya pembawa acara
Narasumber dengan panggilan Ayu itu pun menjawab, sebagian menggunakan kutipan favoritnya dari buku tersebut.
“Semua perempuan itu pelacur, sebab seorang istri baik-baik pun menjual kemaluannya demi mas kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu ada.” begitu kutipan dari “Cantik Itu Luka“.
Ketika sepucuk kutipan jadi polemik abal-abal
Bukan, masalahnya bukan di pengakuan narasumber tadi. Tak sampai setengah jam video itu muncul, ada akun yang marah-marah ‘membela’ harga diri perempuan.
Dengan skill googling, ia membagikan tangkapan layar berisi kutipan tersebut dan bikin komentar ‘heroik’:
“Yg nama nya eka kurniawan FIX GOSAH LU TEMENIN sp yg tau doi bacok aj ato geprek otaknya. Bisa2 cok merepresentasikk wanita sbg pelacur dan memakai kata ‘semua perempuan pelacur’.”
Kalimat selanjutnya tak perlu kita bahas karena terlalu explicit. Acara nyap-nyap ini tentunya berhasil menarik perhatian para pembaca “Cantik Itu Luka” dan penggemar Eka Kurniawan.
“Bahaya baca buku, atau bahaya tidak membaca buku?“
bahaya baca buku, atau bahaya tidak membaca buku? https://t.co/9XB5LhDPIy
— Eka Kurniawan (@gnolbo) October 6, 2021
Sesuai subjudul di atas, begitulah cuitan respon dari si novelis yang digadang-gadangkan sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer itu.
Ya, kebebasan berpendapat memang ada, sih. Tapi kan kalau asal komat-kamit tanpa lihat konteksnya, bisa malu-maluin diri sendiri juga.
Padahal, kutipan itu adalah perkataan Dewi Ayu (tokoh utama dalam novel tersebut), yang merupakan seseorang yang dipaksa jadi pelacur karena kecantikannya. “Cantik Itu Luka” mengangkat tema perempuan pada masa kolonial.
Mungkin kalau nanti udah kelar baca 479 halamannya, ia bakal sadar.
—
Bukan kritik sastra, ini lebih ke promosi gratis bagi penerbit Gramedia mungkin, ya?
Baca juga: