Baru-baru ini, ada kabar kalau Pemerintah berencana merombak Undang-Undang tentang Perpajakan Pertambahan Nilai (PPN). Salah satu tujuan perombakan tersebut adalah untuk menaikkan tarif PPN itu sendiri.
Hal ini tertuang dalam revisi Undang-Undang nomor 5 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Mengutip dari CNN, kenaikan tarif ini muncul dalam Pasal 7:
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 12 persen,” tulis Pasal 7 ayat 1 itu.
Apa itu Pajak Pertambahan Nilai?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalhan pungutan yang ada atas transaksi jual-beli barang dan jasa, menurut online-pajak. Sementara itu, yang berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN ini adalah para pedagang. Yang bayar, ya konsumen akhirnya.
Pengenaan tarif PPN ini berlaku untuk barang atau jasa kena pajak, impor barang kena pajak, hingga pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak di luar daerah pabean.
Namun ada pula daftar barang yang gak terkena PPN, misalnya kebutuhan pokok yang dibutuhkan orang banyak. Lalu, jasa yang tidak terkena pajak contohnya jasa pelayanan kesehatan medis.
Pemerintah bakal naikkan tarif PPN jadi 12 persen?
Dalam dokumen RUU tadi, tarif PPN diusulkan naik menjadi 12 persen, dari yang saat ini sebesar 10 persen.
Tapi, tertulis juga bahwa tarif bisa diubah paling rendah 5 persen, dan paling tinggi 25 persen, tergantung pada jenis barang atau jasanya, melansir CNBC.
Sestem yang multi tarif ini belum berlaku di Indonesia. Namun kata Kasubdit Humas Direktorat P2P DJP Ani Natalia, banyak negara di dunia yang menganut sistem ini.
Sedangkan, mengenai kenaikan tarif PPN dari Pemerintah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan beberapa waktu lalu:
“Terkait tarif PPN pemerintah masih melakukan pembahasan dan ini terkait pembahasan Undang-Ungang yang akan kami ajukan ke DPR yaitu RUU tentang KUP,” ujarnya, mengutip dari CNN.
—
Baca juga: