Nggak Cuma Indonesia, China – Malaysia Juga Ngalamin Hal Ini
Mungkin, banyak dari kalian yang masih asing sama istilah “Brain Drain.” Istilah ini merujuk pada fenomena ketika warga Indonesia yang punya pendidikan tinggi atau punya keahlian khusus memilih buat pindah kewarganegaraan.
Brain drain bisa saja membuat suatu negara, industri, ataupun organisasi kehilangan orang yang memiliki kemampuan tertentu, seperti dokter, ilmuwan, teknisi, ataupun pekerja profesional lain.
Sumber: Antara & Investopedia
Tentang Brain Drain
Sebenarnya “brain drain” merupakan kata slang yang muncul buat mendeskripsikan ketika orang dengan keahlian ataupun pendidikan tinggi pindah ke negara lain.
Di sisi lain, istilah “brain drain” sendiri udah muncul sejak lama. Pada 1963, Royal Society mengenalkan istilah “brain drain” sebagai perginya ilmuwan dari Inggris ke Amerika Serikat dan ‘mengancam’ ekonomi Inggris.
Sumber: Investopedia, ResearchGate & UMY
Brain Drain Disorot PPI Jepang
Terbaru, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang meminta Komisi X DPR buat ngatasin fenomena brain drain. Ketua PPI Jepang Prima Gandhi berpendapat kalau sebenarnya brain drain di kalangan pemuda-pemudi Indonesia yang berprestasi dan berpendidikan tinggi harus dihambat.
”Apalagi jika pemuda-pemudi tersebut pernah mendapatkan fasilitas negara seperti beasiswa, hibah riset dari pemerintah Indonesia,” katanya, dilansir dari Antara.
Situasi Perpindahan WNI ke WNA Sekarang Gimana?
Pada 2023, pihak Imigrasi Indonesia sempat bilang kalau berdasarkan data yang dimiliki, ada 3.912 WNI yang pindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura sejak 2019 sampai 2022.
Nggak hanya itu, para warga negara yang pindah tersebut berada di usia produktif, yakni usia 25-35 tahun.
Sumber: Antara
Kenapa Orang Milih Pindah Kewarganegaraan?
- Kesempatan ekonomi, di mana mereka dapet tawaran kerja baru yang lebih baik, dengan standar hidup yang lebih baik, seperti akses buat tempat tinggal dan layanan kesehatan.
- Masalah politik dan ketidakstabilan.
- Persekusi karena agama, gender, ataupun seksualitas.
Sumber: Investopedia
Dampak Brain Drain Gimana?
Sebagaimana dilansir Investopedia, fenomena brain drain bisa menyebabkan suatu negara kesulitan buat mengisi kekosongan karena “ditinggalkan” praktisi yang mumpuni pindah ke luar negeri.
Selain itu, negara juga bisa kehilangan keuntungan pajak mereka dan berimbas pada naiknya pajak buat ngisi kehilangan tersebut. Nggak hanya itu, penduduk negara itu (mungkin) gak bisa dapet akses layanan dengan praktisi berpengalaman, dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Reverse Brain Drain?
Melihat fenomena brain drain yang bisa membawa “kesulitan” tersendiri buat negara yang ngalamin hal itu, ternyata ada pula konsep reverse brain drain yang ditujukan buat ngundang orang yang pindah negara balik ke negara asalnya.
Di China misalnya, pada 1990an, China ngalamin fenomena brain drain dan bikin pemerintah negara itu puter otak supaya warganya mau balik, salah satunya lewat program Y1000T.* Program tersebut berupaya merekrut peneliti di bawah 40 tahun yang punya pengalaman kerja seenggaknya 3 tahun. Orang yang diterima di program ini mesti “melakukan riset saintifik, pembelajaran formal dan riset di berbagai universitas ternama (di negara itu).”
*Young Thousand Talents
Sumber: Oxford Academic
Warga Malaysia Tinggal dan Kerja di Singapura?
Pemberitaan Today Online menyebut kalau ada ⅔ warga Malaysia yang tinggal dan kerja di Singapura. Di sana, mereka dapat gaji berkisar dari SGD1.500-3.599.
Nggak hanya itu, sebanyak ¾ warga Malaysia yang kerja di Singapura merupakan orang dengan keahlian tertentu, bahkan ada yang dibayar hingga SGD18.000.
What are your thoughts? Let us know!
(Courtesy of Freepik)